Bisnis.com, JAKARTA — Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau APBN Mei 2025 mencatatkan defisit Rp21 triliun.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan bahwa pendapatan negara sepanjang Januari—Mei 2025 mencapai Rp995,3 triliun. Penerimaan pajak mencapai Rp683,3 triliun atau 31,2% dari target APBN 2025 senilai Rp2.189,2 triliun. Kinerja penerimaan pajak itu turun 11,28% (year on year/YoY) dari Mei 2024 senilai Rp760,38 triliun.
"Kita sudah mengumpulkan 33,1% dari target pendapatan [negara] tahun ini," ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTa di Kemenkeu, Jakarta pada Selasa (17/6/2025).
Realisasi belanja negara hingga Mei 2025 tercatat senilai Rp1.016,3 triliun. Pengeluaran itu terdiri dari belanja pemerintah pusat senilai Rp694,2 triliun dan transfer ke daerah (TKD) senilai Rp322 triliun.
Belanja negara telah mencapai 28,1% dari pagu tahun ini.
Nilai belanja yang lebih besar dari pendapatan negara membuat APBN mengalami defisit Rp21 triliun. Defisit itu setara dengan 0,09% terhadap produk domestik bruto (PDB).
Baca Juga
Kondisinya berbalik dari APBN April 2025 yang mencatatkan surplus Rp4,3 triliun atau 0,02% terhadap PDB. APBN mencatatkan surplus untuk pertama kalinya pada April 2025 setelah mengalami defisit pada tiga bulan pertama tahun ini.
Biasanya, APBN mengalami surplus pada awal tahun lalu defisit beberapa bulan setelahnya, setelah terjadi akselerasi belanja. Namun, pada 2025 kondisinya berbeda karena ada perlambatan penerimaan pajak pada awal tahun.
Sri Mulyani juga memaparkan bahwa keseimbangan primer APBN Mei 2025 tercatat surplus Rp192,1 triliun. Sebagai perbandingan tahunan, keseimbangan primer pada Mei 2024 adalah surplus Rp184,2 triliun. Perbandingan secara bulanan, keseimbangan primer April 2025 adalah surplus Rp173,9 triliun.
"Dari overall balance, keseimbangan keseluruhan APBN KiTa, posisi [APBN] Mei 2025 mengalami defisit Rp21 triliun,"
Secara keseluruhan, pemerintah mendesain defisit APBN 2025 setahun penuh senilai Rp616,2 triliun atau 2,53% terhadap PDB.