Bisnis.com, JAKARTA — Produksi gula tahun ini diperkirakan tak meningkat terlepas dari adanya potensi tingkat rendemen yang tinggi.
Musim giling tebu sendiri telah dimulai di berbagai wilayah sentra produksi. Proses panen ini datang bersamaan dengan awal musim kemarau yang dilaporkan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) telah terjadi di 35% wilayah Indonesia.
Ketua Umum Dewan Pembina DPP Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Arum Sabil tak memungkiri ada potensi rendemen tebu yang tinggi saat musim kemarau ini. Kendati demikian, ia memperkirakan produksi tetap turun karena luas area yang kian menyusut.
"Potensi kemasakan optimal tebu ketika musim kemarau yang tegas memang bagus. Potensi rendemen juga bagus. Hanya sayangnya luas lahan tebu menyusut dan produktivitas juga menurun sehingga produksi diperkirakan turun," papar Arum kala dihubungi Bisnis, Selasa (25/6/2019).
Berdasarkan data yang dihimpun Asosiasi Gula Indonesia, luas area tebu selama 5 tahun terakhir memang mengalami penurunan. Pada tahun 2014, luas area tebu berada di angka 472.676 hektare. Jumlah tersebut terus menyusut sampai ke angka 427.912 hektare pada 2018.
"Penurunan area yang drastis dan produktivitas yang turun berpengaruh besar pada tingkat produksi. Mengapa produktivitas turun? Karena kita krisis bibit unggul," sambungnya.
Baca Juga
Melihat faktor bibit, Arum pun mengusulkan agar pemerintah lebih menaruh perhatian pada riset dan lembaga penelitian.
"Negara produsen gula besar itu bisa mencapai tingkat efisiensi dan produktivitas yang tinggi karena lembaga riset dan peneliti di situ mendapat ruang," ujar Arum berpendapat.