Bisnis.com, JAKARTA — Gabungan Perusahaan Pembibitan Unggas (GPPU) mengungkapkan bahwa komitmennya untuk menjalankan rencana pengurangan produksi ayam selama periode Juni—Juli 2019.
Ketua Umum GPPU Achmad Dawami yang hadir dalam rapat lanjutan dengan Kementerian Pertanian (Kementan) pada Selasa (18/6) mengungkapkan kebijakan pengurangan day-old chicken Final Stock (DOC FS) broiler di Jawa dengan cara menarik telur tetas setelah candling sebesar 30% dari total telur fertile sendiri rencananya dimulai pada 24 Juni mendatang. Kendati demikian, Achmad mengemukakan surat keputusan sendiri belum dikeluarkan oleh pemerintah.
Wilayah cakupan kebijakan ini pun masih simpang siur. Dalam risalah rapat koordinasi antara Kementan, Kementerian Perdagangan, dan pelaku usaha perunggasan nasional di Solo pada Sabtu pekan lalu (14/6), diputuskan bahwa pelaksanaan pengurangan 30% DOC FS broiler berlaku di seluruh wilayah Indonesia dengan pengawasan cross monitoring yang melibatkan pemerintah dan pelaku usaha.
Namun, dalam keterangan tertulis Direktur Pembibitan dan Produksi Kementan Sugiyono yang diterima Bisnis pada Senin (17/6), pengurangan DOC FS akan dilakukan melalui penarikan telur fertil setelah candling sebanganyak 30% di Pulau Jawa.
"Sebenarnya saar rapat lanjutan di Solo diminta tak hanya di Jawa, tapi seluruh Indonesia supaya adil," sambung Achmad. Kendati demikian, ia menyatakan pihak pengusaha pembibitan menyerahkan keputusan akhir pada pemerintah.
Rencana pengurangan populasi DOC FS broiler sendiri adalah langkah terbaru yang diambil pemerintah guna menanggulangi harga unggas hidup di tingkat peternak yang anjlok usai Ramadan dan Idulfitri. Tren rendahnya harga ayam broiler hidup ini tercatat telah terjadi sejak awal tahun, salah satu penyebab turunnya harga ini diduga akibat penawaran ayam hidup yang melebihi permintaan masyarakat.
Baca Juga
Berdasarkan data Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Indonesia (Pinsar) harga ayam hidup di tingkat peternak di sebagian besar Pulau Jawa berada di kisaran Rp7.000–Rp11.000/kg, jauh dari harga batas bawah sebesar Rp18.000 yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 96 Tahun 2018. Sementara itu, harga di tingkat konsumen justru stabil di kisaran Rp32.000/kg.