Bisnis.com JAKARTA – Jumlah anggaran untuk rumah subsidi yang makin mengetat sempat membuat sejumlah pengembang ragu dengan keluarnya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81 Tahun 2019 yang baru.
Pasalnya, meskipun ada aturan baru untuk relaksasi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk mempermudah pembeli rumah subsidi, jika anggarannya tidak cukup, akan menyulitkan bagi pengembang dan tetap tidak menarik bagi pembeli.
Menanggapi hal itu, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mengatakan akan mengalihkan ke skema lain seperti Subsidi Selisih Bunga (SSB) atau Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan (BP2BT).
Direktur Pelaksanaan Pembiayaan Perumahan Direktorat Jenderal Pembiayaan Infrastruktur PUPR Adang Sutara menyebutkan bahwa sementara ini, jika mengacu kepada APBN maka masih akan sulit untuk mendapatkan alokasi dana tambahan.
“Jadi sebetulnya kita [PUPR] kan masih punya program, SSB dan BP2BT yang belum berjalan. Dilihat dari fungsi untuk memenuhi kebutuhannya kan sama, cuma beda mekanismenya,” ungkapnya kepada Bisnis, baru-baru ini.
Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) memang diakui Adang bahwa kuotanya sudah sangat menipis, sehingga pengembang diarahkan untuk mulai menerapkan dua skema lain yang sudah disiapkan itu, SSB dan BP2BT.
Baca Juga
“SSB kan targetnya 100.000 unit nih, kalau yang BP2BT kan sampai tahun depan ada 14.000 unit targetnya ini. Saya kira cukup itu, ya bisa lah sampai akhir tahun, bisa lah menutupi target kebutuhan pengembang yang akan memasok rumah itu,” katanya.
Adang juga mengatakan bahwa pihaknya sudah memberikan imbauan kepada para pengembang rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Menurutnya, skema baru seperti BP2BT malah bisa lebih cepat dalam realisasinya terlebih jika pasokannya sudah ada.