Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

KPPU Menduga Ada Indikasi Predatory Pricing dalam Bisnis Transportasi Online

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menuturkan diskon tarif yang dilakukan oleh aplikator transportasi online bisa terindikasi sebagai praktik predatory pricing.
Pengemudi ojek online menunggu penumpang di kawasan Paledang, Kota Bogor, Jawa Barat, Selasa (15/1/2019)./ANTARA-Yulius Satria Wijaya
Pengemudi ojek online menunggu penumpang di kawasan Paledang, Kota Bogor, Jawa Barat, Selasa (15/1/2019)./ANTARA-Yulius Satria Wijaya

Bisnis.com, JAKARTA - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menuturkan diskon tarif yang dilakukan oleh aplikator transportasi online bisa terindikasi sebagai praktik predatory pricing.

Ketua KPPU, Kurnia Toha menuturkan terdapat tiga syarat suatu aktivitas bisnis dapat disebut sebagai predatory pricing.

Syarat yang pertama yakni, harga di bawah ongkos atau di bawah harga pasar; kedua, ditujukan untuk mematikan pesaing usaha; ketiga, setelah pesaing mati, maka pelaku akan menaikkan harga untuk memulihkan kerugian selama masa predatory dan mendapatkan keuntungan yang tidak wajar.

"Hal ini tentu berbeda dengan diskon yang diantaranya untuk promosi atau menghabiskan stok barang biasanya barang lama," terangnya saat Bisnis hubungi, Kamis (13/6/2019).

Menurutnya, perlu terpenuhi ketiga syarat tersebut untuk dapat disebut sebagai predatory pricing, tetapi secara indikasi juga dapat dilihat dari perilaku pengusaha.

Dengan demikian, dia menilai memang ada indikasi terjadinya praktik tersebut diantara para aplikator. "Kalau konsumen membayar sampai satu perak [Rp1], ya ini predatory," tuturnya.

Menurutnya, ketika diskon hingga 15 persen dan jangka waktu tertentu dan pendek merupakan hal yang wajar. Namun, kalau sampai hanya bayar Rp1 tidak wajar.

Walaupun, tuturnya, diskon tarif tidak dilakukan langsung oleh aplikator melainkan melalui teknologi finansial (tekfin) yang bermitra, hal tersebut dapat disebut sebagai bentuk kerja sama.

KPPU terangnya tengah mematangkan langkah yang akan dilakukan guna merespon adanya indikasi pelanggaran aturan tersebut.

Indikasi pelanggaran terjadi pada UU No.5/1999 tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat pasal 20.

Pasal tersebut berbunyi, "pelaku usaha dilarang melakukan pemasokan barang dan atau jasa dengan cara melakukan jual rugi atau menetapkan harga yang sangat rendah dengan maksud untuk menyingkirkan atau mematikan usaha pesaingnya di pasar bersangkutan sehingga dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat."

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper