Bisnis.com, JAKARTA -- Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menyatakan Indonesia menyambut baik hasil penilaian lembaga pemeringkat Standard and Poor's (S&P) yang positif.
S&P meningkatkan Sovereign Credit Rating Indonesia dari BBB-/Outlook Stabil menjadi BBB/Outlook Stabil pada Jumat (31/5/2019).
"Indonesia kini memperoleh status Investment Grade dengan level yang sama dari ketiga lembaga rating utama, yaitu S&P, Moody’s dan Fitch," ujar Perry, Jumat (31/5).
Hal ini, lanjutnya, menunjukkan bahwa lembaga-lembaga rating tersebut memiliki kepercayaan yang tinggi terhadap prospek perekonomian Indonesia, didukung oleh sinergi kebijakan moneter, sektor keuangan, dan fiskal yang diarahkan untuk menjaga stabilitas makroekonomi, dengan tetap mendorong momentum pertumbuhan ekonomi.
Ke depan, Perry menegaskan Bank Indonesia (BI) dan pemerintah tetap berkomitmen untuk melanjutkan reformasi struktural untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang kuat, berkelanjutan, berimbang, dan inklusif.
Kepala Ekonom PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. Andry Asmoro menuturkan hal ini merupakan katalis positif bagi pergerakan nilai tukar rupiah.
Baca Juga
"Karena ketiga lembaga rating berada di posisi yang sama, kami yakin ini akan menjadi lampu hijau bagi fund manager, terutama ke pasar surat utang, untuk meningkatkan porsi kepemilikannya," ucapnya.
Posisi Indonesia, sambung Andry, sangat diuntungkan ketika Turki dan Afrika Selatan justru mengalami rating downgrade dalam 2 tahun terakhir.
Dalam laporannya, S&P menegaskan bahwa salah satu faktor kunci yang mendukung keputusan tersebut adalah prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia yang kuat dan dukungan kebijakan otoritas yang diyakini akan tetap berlanjut pascaterpilihnya kembali Presiden Joko Widodo. Selain itu, perbaikan sovereign credit rating Indonesia juga didukung oleh utang pemerintah yang relatif rendah dan kinerja fiskal yang cukup baik.
Ekonomi Indonesia tumbuh lebih baik dibandingkan negara-negara lain yang memiliki tingkat pendapatan yang sama. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah telah efektif mendukung pembiayaan publik yang berkelanjutan dan pertumbuhan ekonomi yang berimbang.
Secara rata-rata dalam 10 tahun terakhir, pendapatan riil per kapita Indonesia tumbuh meyakinkan sebesar 4,1 persen, jauh lebih tinggi daripada negara lain dengan tingkat pendapatan yang sama, yang tercatat rata-rata sebesar 2,2 persen. Hal ini menunjukkan dinamika ekonomi Indonesia yang konstruktif di tengah lingkungan eksternal yang penuh tantangan dalam beberapa tahun terakhir.
Lebih lanjut, konsumsi merupakan kontributor utama terhadap pertumbuhan PDB diikuti oleh investasi sebagai kontributor yang cukup besar selama 5 tahun terakhir. Tren ini dinilai akan terus berlanjut jika pemerintahan Presiden Jokowi melanjutkan komitmennya untuk meningkatkan investasi di bidang infrastruktur dan Sumber Daya Manusia (SDM).
Di sisi fiskal, rasio utang pemerintah diperkirakan stabil selama beberapa tahun ke depan sebagai cerminan dari proyeksi keseimbangan fiskal yang juga stabil. Rasio utang pemerintah terhadap PDB diperkirakan tetap sehat di bawah 30 persen, seiring dengan terjaganya defisit fiskal dan pertumbuhan PDB.
Di sisi eksternal, keputusan BI menaikkan suku bunga kebijakan sebesar 175 basis poin (bps) dianggap sebagai kebijakan yang proaktif sehingga Indonesia mampu mengatasi risiko yang bersumber dari kerentanan eksternal.
Selain itu, S&P juga meyakini bahwa Indonesia tidak menghadapi extraordinary risk terhadap pemburukan pembiayaan eksternal karena didukung oleh akses terhadap pasar keuangan yang kuat dan berkelanjutan serta arus masuk Penanaman Modal Asing (PMA) dalam beberapa tahun terakhir di tengah volatilitas eksternal yang cukup tajam.