Bisnis.com, JAKARTA - Perusahaan-perusahaan asal Amerika Serikat (AS) yang mengandalkan pasar China dibuat resah dengan ketegangan perdagangan yang meningkat antara kedua negara.
Keputusan Presiden AS Donald Trump untuk memasukkan Huawei Technologies Co. ke dalam daftar hitam (black list), serta mengancam membebankan sanksi yang sama terhadap perusahaan teknologi China lainnya, dapat membuka peluang aksi balasan dari Beijing.
Media pemerintah pekan lalu mengatakan China sudah siap untuk memberikan serangan balasan, tanpa memberikan rincian spesifik.
"Perusahaan AS tidak memiliki kepastian seperti apa balasan yang akan dikirim dari Beijing. Mereka hanya bisa berharap bagaimana China akan memperlakukan operasi bisnis mereka," ujar Erin Ennis, Wakil Presiden Senior Dewan Bisnis AS-China, seperti dikutip melalui Bloomberg, Rabu (29/5/2019).
China bisa saja memberlakukan hal yang sama seperti saat mereka memboikot Korea Selatan terkait kebijakan Seoul pada 2017 untuk menggunakan perisai rudal.
Kala itu, pemerintah China menutup perjalanan ke Korea Selatan hingga memberikan sanksi perusahaan kosmetik yang bergantung pada wisatawan China.
Kemudian pemerintah Beijing menutup sebagian besar toko ritel Lotte Shopping Co. di China, atas tuduhan pelanggaran keselamatan kebakaran.
Ada banyak yang dipertaruhkan, karena pasar konsumen China yang berkembang pesat adalah prioritas utama bagi perusahaan raksasa AS yang tengah mencari dukungan pertumbuhan dalam ekonomi global yang melambat.
Target yang paling jelas adalah saingan ponsel pintar Huawei, Apple Inc., yang meraup sekitar seperlima dari pendapatannya dari pasar China dan memproduksi iPhone di sana.
"Blowback dari larangan Huawei Trump dapat membebani Apple sekitar 3 persen hingga 5 persen dari penjualan iPhone di China selama 12 hingga 18 bulan ke depan," menurut Dan Ives, seorang analis di Wedbush Securities.
Pendiri Huawei, Ren Zhengfei, mengatakan Cina tidak seharusnya memberikan sanksi terhadap Apple. "Jika itu terjadi, saya akan menjadi yang pertama untuk memprotes," ujar Ren.
Adapun, China adalah pasar yang juga penting bagi Nike Inc., sebagai sponsor Shanghai Marathon dan liga sepak bola top China.
Pada kuartal yang berakhir pada bulan Februari, pendapatan Nike di China melonjak 24 persen. "Kami memiliki momentum besar di China," kata Chief Financial Officer Andrew Campion.
Campion juga menambahkan, bahkan di tengah-tengah dinamika geopolitik saat ini, Nike terus memberikan pertumbuhan yang kuat dan berkelanjutan di China.
Posisi Nike di China jauh dari aman, karena konsumen dapat dengan mudah beralih ke rival lokal seperti Anta Sports Products Ltd., yang tahun lalu menyetujui kesepakatan US$5,2 miliar untuk membeli perusahaan Finlandia Amer Sports Oyj.
Sementara itu, analis Morgan Stanley Adam Jonas mengatakan hampir sebagian besar produsen otomotif AS mengalami tekanan di China, sebagai pasar terbesar untuk produk tersebut.
Penjualan mobil Amerika di China turun 28 persen dalam 12 bulan yang berakhir Maret, lebih dari dua kali lipat penurunan 12 persen di pasar keseluruhan untuk mobil penumpang.