Bisnis.com, JAKARTA - Obligasi berdenominasi dolar AS yang diterbitkan oleh China dinilai lebih menarik minat investor dibandingkan obligasi berdenominasi yuan.
Pasalnya, mata uang China itu terus melemah sehingga tidak sedikit investor yang memutuskan untuk angkat kaki sementara waktu dari negara tersebut.
Paul Sandhu, Kepala Solusi Kuantitatif multi-aset BNP Paribas Asset Management untuk Asia-Pasifik mengatakan, selain obligasi berdenominasi dolar AS yang diterbitkan China investor juga lebih memilih surat utang dari pasar ekonomi negara berkembang.
"Premi masuk ke obligasi China dibandingkan dengan mendapatkan hard currency dari luar China tidak cukup untuk menghadapi risiko, misalnya depresiasi mata uang," kata Sandhu dikutip dari Bloomberg, Selasa (21/5/2019).
Tuan Huynh, Kepala Investasi Deutsche Bank Wealth untuk kawasan Asia Pasifik yang menyambut baik reli saham China akhir tahun lalu, memilih untuk tidak begitu agresif pada saat ini.
"Dalam jangka pendek kita lebih suka lebih berhati-hati," katanya.
Baca Juga
Sementara itu, data yang dikumpulkan oleh ChinaBond menunjukkan bahwa investor asing telah melakukan penjualan saham yang terdaftar di mainland China pada laju tercepat, bahkan lebih tinggi dibandingkan dengan investasi yang masuk.
Menurut estimasi ChinaBond, dana mengalir per bulan secara rata-rata hanya mencapai 6,8 miliar yuan atau sekitar US$984 juta, dari rata-rata 44,4 miliar yuan pada tahun lalu.
Yuan offshore turun sekitar 2,8 persen terhadap dolar AS sepanjang bulan ini dan investor terus memperdebatkan apakah yuan akan terus melemah melampaui 7 yuan per dolar AS untuk pertama kalinya sejak krisis keuangan.