Perlu Peran yang Luas dari Stakeholders
Ketua Umum DPP Real Estate Indonesia (REI) Soelaeman Soemawinata menuturkan, pemerintah perlu melibatkan stakeholder yang ahli pada masing-masing bidang untuk bekerja sama, termasuk pelaku usaha dalam pengembangan ibu kota baru.
Menurutnya, pemerintah selaku kepala proyek harus bisa menentukan peran masing-masing stakeholder, seperti pihak swasta, akademisi atau peneliti, BUMN, dan perbankan.
“Kalau kami jadi partner [untuk pembangunan ibu kota baru], dari swasta bisa berperan, ya kami siap. Tinggal berbagi tugas saja di mana-mananya. Pengusaha tentunya tertarik karena nantinya ada captive market yang menjadi pasar,” tuturnya.
Dari sisi properti, sebuah kota tentunya membutuhkan hunian, gedung, ruang komersial, ruang pertemuan, hotel, pusat perbelanjaan, sarana rekreasi, dan sebagainya. Di sinilah pengusaha properti dapat berperan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut.
Eman, sapaan akrab Soelaeman Soemawinata, menjelaskan ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pengembangan kota baru. Pertama, aspek geografis, mencakup perhitungan potensi bencana, tanah gambut atau bukan, dan ketersediaan infrastruktur awal seperti listrik, air, serta akses jalan.
Dia berharap lokasi ibu kota baru tidak jauh dari pelabuhan, sehingga biaya logistik dalam pengembangannya tidak membengkak.
Kedua, persoalan investasi, seperti kebutuhan pendanaan, dan sumbernya dari mana saja. Hal ini juga mencakup insentif bagi pihak swasta yang menjadi pionir dalam pembangunan kota baru.
Ketiga, security tanah, sehingga pemerintah perlu mengendalikan tata ruang dan mengimplementasikan tata ruang tersebut dengan baik. Perencanaan tanah juga mencakup tahapan pembangunan proyek di setiap lokasi.
Keempat, perlu adanya regulasi untuk menciptakan kota baru sehingga pengerjaan proyek memiliki kejelasan landasan hukum. Pemerintah juga harus mendesain pengelolaan ibu kota baru setara dengan pemerintah kota (pemkot) atau dibentuk badan pengelola (BP) seperti Batam.