Bisnis.com, JAKARTA - Kesempatan perbaikan defisit transaksi berjalan ke arah 2,5 persen terbuka lebar seiring dengan adanya faktor musiman awal tahun.
Ekonom PT Bank Central Asia Tbk. David E. Sumual melihat defisit transaksi berjalan kuartal I/2019 dapat berkisar 2,5 persen terhadap PDB.
"Memang kuartal pertama biasanya secara musiman rendah. Bisa saja sekitar itu," ungkap David, Selasa (23/04/2019).
Namun, dia menyangsikan trennya akan menurun. Pasalnya, pola pergerakan defisit transaksi berjalan umumnya rendah pada awal tahun dan biasanya akan lebih tinggi sampai akhir tahun.
"Kuartal I bisa sekitar itu [2,5 persen], tetapi untuk keseluruhan tahun masih berat," tegasnya.
Tantangan terbesarnya akan datang dari sisi ekspor. David melihat harga komoditas meningkat, termasuk harga minyak mentah. Sayangnya, harga minyak sawit (CPO) masih lemah.
Seperti diketahui, CPO yang produk ekspor andalan Indonesia masih tersandung masalah di Uni Eropa. Pemerintah Indonesia bahkan akan mengugat Uni Eropa terkait pelarangan penggunaan CPO.
Parlemen Uni Eropa mengeluarkan kebijakan untuk menghentikan penggunaan CPO pada 2021.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, nilai ekspor CPO ke beberapa negara UE mengalami penurunan secara nilai pada Maret 2019.
Ekspor CPO yang mengalami penurunan a.l. menuju Inggris sebanyak 22 persen, dan Belanda 39 persen. Sementara itu, kondisi serupa juga terjadi di negara Benua Biru lainnya seperti Jerman, Italia, dan Spanyol.
Di sisi lain, David mengkhawatirkan pencabutan izin pengecualian impor minyak dari Iran bagi 8 negara a.l. China, Korea Selatan, Turki dan India akan mendorong peningkatan harga minyak sehingga kembali memberatkan impor minyak Indonesia.