Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

OECD Pangkas Proyeksi PDB China

Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi China di tengah risiko eskalasi tensi geopolitik.
Pejalan kaki tengah berjalan di proyek konstruksi China/Reuters
Pejalan kaki tengah berjalan di proyek konstruksi China/Reuters

Bisnis.com, JAKARTA – Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi China di tengah risiko eskalasi tensi geopolitik.

Menurut laporan terbaru OECD, Produk Domestik Bruto (PDB) China kemungkinan akan melambat menjadi sebesar 6,2 persen pada 2019 dan 6 persen pada 2020, karena lebih banyak aktivitas ekonomi yang bergeser pada konsumsi dan jasa.

Proyeksi tersebut lebih rendah dari proyeksi yang dirilis OECD tahun lalu, yang memprediksikan ekspansi ekonomi China sebesar 6,3 persen pada 2019. Ekonomi China sendiri berekspansi sebesar 6,6 persen pada 2018.

“China menghadapi risiko-risiko penurunan seperti default perusahaan berskala besar, jatuhnya harga rumah, dan meningkatnya ketegangan geopolitik,” tulis OECD dalam survei ekonomi mengenai China yang diterbitkan hari ini, Selasa (16/4/2019), seperti dikutip Bloomberg.

OECD juga memperkirakan pertumbuhan ekspor dan impor China akan melambat menjadi 4,5 persen dan 6 persen masing-masing tahun ini, di tengah melemahnya permintaan global dan domestik

Eskalasi lebih lanjut dari tensi perdagangan dikemukakan akan berdampak pada ekspor dan pertumbuhan secara keseluruhan. Hal ini kemungkinan juga akan memicu tekanan depresiasi pada mata uang yuan.

Sebelumnya, Dana Moneter Internasional (IMF) telah memperingatkan kemungkinan risiko penurunan akibat kesepakatan perdagangan China dengan Amerika Serikat (AS).

Sementara itu, langkah-langkah stimulus tambahan yang dilancarkan, meskipun akan menghasilkan pertumbuhan yang lebih kuat dalam jangka pendek, akan menimbulkan ketidakseimbangan yang lebih besar selanjutnya.

Untuk itu, China sebaiknya menghindari mengarahkan kredit pada perusahaan-perusahaan milik negara dan pemerintah daerah sebagai bagian dari stimulus fiskal.

China juga dapat menghubungkan plafon utang dengan pendapatan pemerintah, memungkinkan fleksibilitas nilai tukar yuan yang lebih besar, serta memindahkan kerangka kebijakan moneternya ke arah penargetan inflasi jangka menengah.

Harga Rumah Naik

Di sisi lain, menurut perhitungan Reuters dari data yang dirilis oleh Biro Statistik Nasional (NBS) China pada hari ini, Selasa (16/4), rata-rata harga rumah baru di 70 kota besar di China naik 0,6 persen pada Maret dibandingkan dengan sebulan sebelumnya.

Adapun dibandingkan dengan setahun sebelumnya, rata-rata harga rumah baru di China naik 10,6 persen pada bulan Maret, kenaikan tertinggi sejak April 2017. Raihan pada Maret juga lebih tinggi dari kenaikan 10,4 persen pada bulan Februari.

Berdasarkan jajak pendapat Reuters, harga rumah di China diperkirakan akan membukukan kenaikan lebih besar tahun ini dari yang diperkirakan beberapa bulan lalu.

Saat itu pemerintah China mendesak bank-bank untuk meningkatkan pinjaman dan menurunkan suku bunga guna mendukung kegiatan ekonomi.

Ketahanan di pasar properti dinilai akan memberikan dukungan bagi perekonomian China karena sektor-sektor seperti manufaktur dan ritel terdampak tensi perang dagang dan lesunya tingkat kepercayaan konsumen.

Harga rumah yang tampak kuat pada Maret pun menambah harapan hasil yang positif untuk data produk domestik bruto (PDB) kuartal pertama China yang akan dirilis pada Rabu (17/4).


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper