Bisnis.com, JAKARTA—Investasi untuk eksplorasi pertambangan di Indonesia perlu menjadi prioritas dan terus dipacu untuk menjaga tingkat cadangan sebagai bahan baku bagi pengembangan industri ke depan, termasuk penghiliran.
Ketua Indonesian Mining and Energy Forum (IMEF) Singgih Widagdo mengatakan apabila kondisi seperti sekarang tidak berubah, tingkat cadangan mineral dan batu bara Indonesia dikhawatirkan akan cepat habis. Padahal, penemuan cadangan baru sangat diperlukan untuk menunjang industri pertambangan yang sifatnya jangka panjang.
Dia mengatakan tidak berjalannya kegiatan tersebut bisa disebabkan beberapa faktor mulai dari harga komoditas hingga regulasi yang belum mendukung.
“Regulasi yang tidak membantu pihak investor pada sisi eksplorasi contohnya harga lelang yang terlalu tinggi. Orang mau eksplorasi sudah harus bayar tinggi dan belum jelas dapet atau enggak,” katanya kepada Bisnis.com baru baru ini.
Ketua Indonesian Mining Institute (IMI) Irwandy Arif mengatakan kunci utama untuk meningkatkan investasi, khususnya eksplorasi, memang ada di kebijakan. Menurutnya, kebijakan untuk subsektor mineral dan batu bara tidak boleh terlalu kaku karena karakteristik setiap komoditas yang berbeda.
“Misalnya emas yang relatif stabil tidak bisa disamakan kebijakannya dengan nikel yang sangat fluktuatif,” ujarnya.
Dia mengatakan investasi memang meningkat, namun tidak naik secara signifikan. Beberapa kegiatan di subsektor minerba pun relatif stagnan.
“Investasi untuk tambang baru yang besar hampir gak ada. Sudah lama kita belum menemukan lagi tambang world class,” tuturnya.
Menurutnya, investasi untuk eksplorasi pertambangan di Indonesia masih berada di kisaran 1,5% dari biaya eksplorasi dunia.
Porsi tersebut sangat kecil bila dibandingkan dengan peran Indonesia sebagai salah satu eksportir utama bahan galian tambang di dunia.
Sementara itu, Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) Rizal Kasli mengatakan investasi di sektor pertambangan mineral dan batu bara didominasi oleh smelter. “Kita harus bisa menarik investasi terutama di bidang eksplorasi. Kami selalu mengarahkan agar ada aturan yang lebih bisa menarik investor,” ujarnya kepada Bisnis.
Dia menjelaskan kegiatan eksplorasi memiliki risiko yang sangat tinggi dengan tingkat keberhasilan di bwah 10%, tergantung lokasinya. Selain itu, waktu yang dibutuhkan pun bisa mencapai 10 tahun sebelum perusahaan bisa meningkatkan kegiatannya ke tahap operasi produksi.
Menurutnya, tidak sedikit perusahaan yang melakukan eksplorasi dan gagal karena cadangannya tidak ekonomis. Padahal, dana yang telah dikeluarkan bisa mencapai puluhan juta dolar AS.
“Tambang itu industri jangka panjang dan perlu investor yang mau berkomitmen untuk jangka panjang juga. Terserah investornya mau dari BUMN atau swasta. Selama aturannya menarik, mereka pasti mau masuk,” tuturnya.