Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Soal Sawit, Selain Bawa ke WTO, RI Pastikan Tinjau Hubungan dengan Eropa

Pemerintah memastikan meninjau kerja sama bilateral dengan UE dan negara-negara anggotanya, serta menempuh proses litigasi melalui forum WTO jika Delegated Regulation RED II tetap disahkan.
Ilustrasi pekerja membongkar muatan kelapa sawit dari truk./Reuters-Samsul Said
Ilustrasi pekerja membongkar muatan kelapa sawit dari truk./Reuters-Samsul Said

Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah memastikan akan meninjau kerja sama bilateral dengan Uni Eropa (UE) dan negara-negara anggotanya, serta menempuh proses litigasi melalui forum World Trade Organization (WTO), apabila Delegated Regulation RED II tetap disahkan UE mulai 12 Mei.

Pasalnya, upaya diplomasi negara-negara produsen sawit yang tergabung dalam wadah Council of Palm Oil Producing Countries (CPOPC) melalui lawatannya ke Belgia, pada 8-9 April 2019 lalu dalam kerangka misi bersama (joint mission) melawan diskriminasi minyak sawit di UE, tidak membuahkan hasil yang positif bagi Indonesia.

"Selain menempuh litigasi ke WTO, kita akan review hubungan ekonomi kita dengan mereka. Tidak perlu dijelaskan sekarang, kita akan ambil langkah pasti begitu delegated act itu di adopsi mereka," kata Menko Perekonomian Darmin Nasution pada Jumat (12/4/2019) petang.

Darmin menerangkan bahwa posisi Indonesia yang akan me-review hubungan ekonomi dan juga upaya lewat WTO tersebut juga telah disampaikan saat bertemu dengan pihak Komisi maupun Parlemen UE di Belgia tersebut.

Pasalnya, untuk pemberlakuan RED II tersebut, yakni mulai 12 Mei mendatang, akan bisa berlaku otomatis melalui silent procedure alias tanpa pembahasan lebih lanjut.

Darmin menerangkan bahwa gangguan dan diskriminasi kelapa sawit akan berdampak negatif terhadap program pengentasan kemiskinan dan menghambat pencapaian Indonesia dalam Sustainable Development Goals (SDGs) yang telah ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Oleh sebab itu, Pemerintah Indonesia akan melawan upaya diskriminasi sawit tersebut. "Ada 19,5 juta orang bekerja pada industri ini, termasuk 2,6 juta petani kecil. Selain itu, pengentasan kemiskinan di daerah yang ada kelapa sawitnya lebih cepat dibandingkan daerah yang tidak ada sawitnya," ujarnya.

Menurut Darmin, pada saat lawatannya ke Eropa tersebut tenyata juga diketahui bahwa terdapat gap pemahaman yang besar terhadap produk kelapa sawit maupun kebijakan pengembangannya antara Eropa dan Indonesia.

Hal itu seiring dengan masifnya kampanye negatif terhadap kelapa sawit oleh UE sehingga menimbulkan persepsi yang salah soal kelapa sawit yang dianggap memiliki resiko tinggi terhadap deforestasi.

Padahal kelapa sawit memiliki produktivitas yang jauh lebih tinggi (8 - 10 kali) dan penggunaan lahan yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan vegetable oils lainnya.

"Dengan pertumbuhan permintaan vegetable oils yang terus bertumbuh, apabila phase-out terhadap kelapa sawit dilakukan, justru akan menyebabkan pembukaan lahan baru yang masif untuk produk vegetable oils lainnya," tegasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper