Bisnis.com, JAKARTA – Sebanyak 11 dari 41 ekonom memperkirakan suku bunga acuan atau BI Rate akan bergerak naik ke level 6,25% pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI pada April 2024.
Berdasarkan data konsensus yang dihimpun Bloomberg, Mayoritas ekonom memperkirakan Bank Indonesia (BI) masih akan mempertahankan suku bunga acuan atau BI Rate pada konferensi pers RDG BI yang akan diumumkan pada siang ini, Rabu (24/4/2024).
Ekonom Bank Danamon Irman Faiz memperkirakan suku bunga acuan BI akan dinaikkan sebesar 25 basis poin menjadi 6,25% pada Rapat Dewan Gubernur edisi April 2024.
Faiz menilai tekanan eksternal saat ini sulit membawa rupiah menguat jika BI tidak menaikkan suku bunga acuan. Apalagi, ketidakpastian masih tinggi karena konflik di Timur Tengah dan ketidakpastian penurunan suku bunga di AS.
“Cadangan devisa juga sudah turun banyak untuk intervensi. Menurut saya jika tidak diiringi kenaikan bunga, akan berat kedepannya untuk stabilisasi rupiah di kondisi global yang tidak pasti,” katanya, Rabu (24/4/2024).
Faiz menyampaikan pengetatan suku bunga setidaknya dapat memberi sinyal kepada investor asing bahwa aset domestik akan tetap menarik.
Baca Juga
Jika BI Rate ditahan pada level 6%, ada potensi tekanan lebih lanjut jika eskalasi konflik terjadi lagi. Namun, jika suku bunga acuan ditahan, BI perlu meningkatkan tingkat imbal hasil atau yield Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) dan intervensi pasar obligasi dengan cukup signifikan.
“Tapi itu akan menimbulkan cost bagi BI dan pemerintah,” imbuhnya.
Dia menambahkan, peluang penurunan suku bunga BI ke depan bergantung pada arah suku bunga kebijakan Federal Reserve atau The Fed.
“Jika Fed menurunkan bunganya, maka BI bisa ikut menurunkan. Dengan inflasi AS yang masih tinggi, The Fed diekspektasikan akan menunda pemangkasan hingga akhir tahun. Oleh karena itu, BI juga kemungkinan punya ruang [menurunkan suku bunga] pada akhir tahun,” tuturya.
Sementara itu, Chief Economist PT Bank Syariah Indonesia Tbk. (BRIS) Banjaran Surya Indrastomo memperkirakan bahwa suku bunga acuan BI tetap pada level 6% bulan ini.
Menurutnya, terdapat ruang kenaikan suku bunga acuan ke depan, tetapi probabilitasnya masih kecil. Sementara itu, pelonggaran suku bunga yang sebelumnya diperkirakan terjadi pada kuartal III/2024 pun mundur menjadi kuartal IV/2024.
“Untuk penurunan, kami memandang masih ada potensi penurunan tetapi bergeser kuartal III ke akhir kuartal IV,” katanya kepada Bisnis, Selasa (23/4/2024).
Menurut Banjaran, intervensi yang dilakukan BI melalui pasar spot dan domestic non deliverable forward (DNDF) cukup untuk mendukung stabilitas nilai tukar rupiah.
Namun demikian, dia mengatakan bahwa pasar berharap adanya penetapan target nilai tukar rupiah, tidak hanya stabilisasi dalam jangka pendek untuk menjaga psikologis pasar.
Senada dengan Banjaran, Ekonom Senior dan Associate Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia Ryan Kiryanto memperkirakan suku bunga BI akan bertahan di level 6% karena faktor geopolitik eksternal yang sejauh ini tidak mendukung bank sentral untuk melonggarkan suku bunga kebijakan.
“Apalagi The Fed juga masih menunda penurunan FFR [Fed Funds Rate], dari awalnya Juni bergeser ke September, bahkan mungkin di tahun depan,” katanya.
Sementara itu, Ryan menilai, jika inflasi di AS masih di atas target 2%, kemungkinan Fed masih akan menaikkan FFR sebesar 25 bps menjadi 5,5-5,75%.
Selain itu, level suku bunga acuan di Eropa rata-rata masih berkisar 4,5%-5,5% karena target inflasi 2% belum tercapai.
Oleh karena itu, Ryan mengatakan, untuk kepentingan melanjutkan upaya stabilisasi ekonomi dan moneter di dalam negeri, pilihan terbaik bagi BI yaitu mempertahankan BI Rate.
“Apa ada opsi BI menaikkan BI Rate setidaknya 25 basis poin? Jawabannya ada, jika Fed menaikkan bunga acuan dan jika inflasi di Indonesia cenderung naik mendekati 3,5%-4,0% secara persisten. Namun, untuk jangka pendek ini, langkah mempertahankan BI Rate di level 6% merupakan langkah yang baik, reasonable, presisi dan antisipatif,” jelasnya.
Konsensus Ekonom BI Rate April 2024
Economist |
Firm |
Estimate |
Gareth Leather |
Capital Economics Ltd |
6 |
Kai Wei Ang |
Bank of America NA |
6 |
Mika Martumpal |
Bank Cimb Niaga Tbk PT |
6 |
Miguel Chanco |
Pantheon Macroeconomics Ltd |
6 |
Satria Sambijantoro |
PT Bahana Sekuritas |
6.25 |
Fakhrul Fulvian |
Trimegah Securities |
6.25 |
Josua Pardede |
PT Bank Permata Tbk |
6 |
Irman Faiz |
PT Bank Danamon Indonesia Tbk |
6.25 |
David E Sumual |
Bank Central Asia Tbk PT |
6 |
Suryaputra Wijaksana |
PT Bank Rakyat Indonesia Persero Tbk |
6 |
Rully Arya Wisnubroto |
Pt Mirae Asset Sekuritas Indonesia |
6.25 |
Nicholas Mapa |
ING Bank |
6 |
Lavanya Venkateswaran |
Oversea-Chinese Banking Corp Limited |
6 |
Aldian Taloputra |
Standard Chartered Bank |
6 |
Krystal Tan |
Australia & New Zealand Banking Grp. |
6 |
Tamara Mast Henderson |
Bloomberg LP |
6.25 |
Emil Muhamad |
Bahana Tcw Investment Management |
6.25 |
Helmi Arman |
Citigroup Securities Indonesia |
6 |
Brian Tan |
Barclays Bank PLC |
6.25 |
Euben Paracuelles |
Nomura Singapore Limited |
6 |
Helmy Kristanto |
Danareksa Securities PT/Jakarta |
6 |
Renno Prawira |
PT Ciptadana Sekuritas Asia |
6 |
Societe Generale SA |
6 |
|
Chris Poh |
BNP Paribas |
6.25 |
Goldman Sachs & Co LLC |
6.25 |
|
Sin Beng Ong |
JP Morgan Chase Bank NA |
6 |
Pranjul Bhandari |
HK and SH Banking Corp Ltd SP BR |
6 |
United Overseas Bank Ltd |
6 |
|
Jeemin Bang |
Moodys Analytics Singapore Pte Ltd |
6 |
Radhika Rao |
DBS Bank Ltd |
6.25 |
Morgan Stanley |
6 |
|
Yee Ping Lim |
Cimb Bank Berhad |
6 |
Jeffrey Zhang |
Credit Agricole CIB HK Branch |
6 |
Brian Lee Shun Rong |
Maybank Securities Pte Ltd |
6 |
Luthfi Ridho |
PT. Indo Premier Sekuritas |
6.25 |
Xian Yong Wong |
Rhb Investment Bank BHD |
6 |
Fikri C Permana |
KB Valbury Sekuritas |
6 |
Lloyd Chan |
Mufg Bank Ltd |
6 |
Deutsche Bank AG |
6 |
|
Adnan Sami Sheikh |
Pakistan Kuwait Investment Co Pvt Ltd |
6 |
Bank Mandiri Persero Tbk PT |
6 |
Sumber: Bloomberg, diolah