Bisnis.com, JAKARTA--Proses rehabilitasi dan rekonstruksi di Kota Palu, Kabupaten Donggala dan Sigi, Sulawesi Tengah terus berjalan. Para pengungsi akibat gempa bumi, tsunami dan likuifaksi yang terjadi 28 September tahun lalu secara bertahap pindah dari tenda sementara ke hunian sementara (huntara), baik yang dibangun Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) maupun para donatur.
“Rehab rekon yang dilakukan Kementerian PUPR tentunya harus lebih baik dari sebelumnya atau build back better untuk pembangunan huntara tahap awal di Kota Palu, Kabupaten Donggala dan Sigi, dari target 699 unit di 72 lokasi, hingga awal April 2019 telah rampung 629 unit atau 95 persen yang ada di 69 lokasi. Seluruhnya ditargetkan rampung pada 24 April 2019,” jelas Kepala Satuan Tugas Penanggulangan Bencana Kementerian PUPR di Sulawesi Tengah Arie Setiadi Moerwanto Senin (8/4/2019).
Lebih terperinci, Arie Setiadi menjelaskan huntara yang sudah selesai di Kota Palu sebanyak 281 unit dimana 185 unit sudah dihuni. Di Kabupaten Donggala huntara yang sudah selesai sebanyak 153 unit dan sudah dihuni 85 unit. Sementara di Kabupaten Sigi dari 195 unit sudah dihuni 83 unit.
“Kementerian PUPR bersama BUMN Karya membangun huntara dilengkapi dapur umum, kamar mandi dan WC umum. Untuk penentuan penghuni huntara dilakukan oleh Pemerintah Daerah. Masa transisi dari tenda ke huntara merupakan tantangan karena penyediaan air dilakukan untuk memenuhi kebutuhan huntara dan warga yang masih ditenda,” jelas Arie.
Huntara yang dibangun berbentuk rumah besar terdiri dari 12 bilik yang dihuni satu keluarga.
Menurut Arie, untuk memenuhi kebutuhan air bersih disetiap Huntara dilakukan pemasangan sumur bor dan solar cell di beberapa dibeberapa titik, yakni di Petobo Utara dengan kedalaman 96 meter,m berkapasitas 6 liter/detik. Di Petobo Selatan, kedalaman 93 meter, berkapasitas 10 liter/detik. Lalu di Mpanu dengan kedalaman 80 meter berkapasitas 9 liter/detik.
Selanjutnya untuk pembangunan hunian tetap (huntap), Gubernur Sulteng telah menandatangani Surat Keputusan mengenai penetapan lokasinya yakni di Kota Palu seluas 360,93 Hektare, meliputi di Kelurahan Talise seluas 481,63 Hektare, Kelurahan Duyu seluas 41,65 Hektare, dan Kelurahan Pombewe seluas 362 Hektare.
Pembangunan huntap pada tahap awal dilakukan sebanyak 21.000 unit menggunakan teknologi rumah tahan gempa yakni Risha dengan biaya pembangunan Rp50 juta per unit.
“Namun perhitungan kontraktor biaya yang dibutuhkan Rp60 juta/unit. Kami masih melakukan exercise penghematan agar harganya bisa tetap Rp50 juta/unit. Semua huntap yang akan dibangun memenuhi standar bangunan tahan gempa,” kata Arie.
Saat ini desain kawasan huntap sudah ada termasuk mengakomodasi prasarana dan sarana umum juga disiapkan seperti akses jalan, listrik dan air. Dalam desain tersebut juga mengakomodir area yang diperuntukan bagi donatur yang ingin membantu pembangunan huntap. Rumah contoh Risha juga sudah dibangun di lokasi rencana relokasi.
Para penghuni huntara akan mendapatkan satu unit huntap dengan luas tanah 150 meter persegi (m2) dengan bangunan tipe 36.
“Huntap bukan merupakan ganti rugi namun bantuan dari Pemerintah. Konsepnya adalah rumah tumbuh. Kami juga tengah membahas usulan warga yang membutuhkan luasan rumah lebih besar karena jumlah anggota keluarganya. Sehingga diharapkan bisa dikerjakan dari awal pembangunan huntap,” kata Arie.
Menurut Arie, huntap juga diperuntukkan bagi warga yang rumahnya yang berada di jalur patahan Sesar Palukoro. Namun meski huntap nantinya rampung, menurut Arie tidak mudah untuk mengajak masyarakat pindah ke lokasi permukiman baru karena berbagai faktor seperti kedekatan dengan mata pencaharian maupun keluarga.