Bisnis.com, JAKARTA – Rencana pemerintah untuk meninjau pajak properti mewah bisa membantu mendorong pertumbuhan pasar properti residensial ke depan terutama di sektor perumahan mewah yg sedang lesu.
Berdasarkan regulasi yang ada saat ini, penjualan perumahan mewah dikenakan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) sebesar 20% dan potongan pajak penghasilan (PPh) 5%, kemudian ada pajak pertambahan nilai (PPN) 10% dan juga Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) 5%.
Secara total, pembeli properti residensial mewah harus membayar pajak yang sangat besar, sekitar 40% dari harga properti itu sendiri.
Hal ini kemudian mendapat respons dari pemerintah, yang akhir tahun lalu melalui Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan berencana melakukan peninjauan kembali atas regulasi pajak hunian mewah dengan menaikan batasan harga properti mewah yang disebut dalam aturan PPnBM serta menurunkan pajak PPh.
Dengan beban pajak yang lebih rendah, diharapkan pembeli dan investor, termasuk ekspatriat, bisa lebih tertarik untuk berinvestasi dan kembali membeli properti residensial mewah di Jakarta.
Direktur dan Kepala Bidang Riset Savills Indonesia Anton Sitorus menyebutkan, pertumbuhan permintaan untuk sektor properti mewah bisa jadi makin potensial jika pelonggaran aturan pajak tersebut diterapkan.
Baca Juga
“Dengan banyaknya jumlah pasok yang akan melantai di pasar properti, kami memperkirakan akan ada kenaikan dalam pajak penghasilan juga. Hal ini akan menguntungkan juga bagi perekonomian. Selain itu, juga bisa menarik lebih banyak investasi, terutama dari asing di Indonesia,” ungkapnya, dikutip dalam laporan tertulis, Senin (1/4/2019).
Adapun, pelonggaran pajak untuk barang mewah itu bertujuan mendukung bisnis dan perekonomian Indonesia, sembari menjaring lebih banyak transaksi dan investasi di salah satu sektor properti yang kinerjanya sangat lemah dalam beberapa tahun terakhir.
Pasalnya, jika harus membayar pajak hingga 40% dari harga hunian ketika transaksi, dibandingkan dengan negara lain, jumlah pajak tersebut sangat tinggi. Oleh karena itu, Menteri keuangan Sri Mulyani mengusulkan untuk meningkatkan batasan harga rumah yang dikenakan PPnBM dari Rp20 miliar enjadi Rp30 miliar dan menurunkan pajak PPh dari 5% menjadi 1%.
“Dengan batas harga yang lebih tinggi, banyak proyek perumahan yang saat ini diklasifikasikan sebagai properti mewah akan lebih leluasa melakukan penjualan, sehingga akan lebih menarik bagi kelompok pembeli dengan jangkauan yang lebih luas,” sambung Anton.
Adapun berdasarkan data Savills Indonesia, apartemen yang diusulkan untuk diklasifikasikan sebagai mewah menurut peraturan saat ini dengan harga di atas Rp5 miliar per unit menyumbang sekitar 4% dari pasokan yanga akan datang atau sekitar 2.600 unit hunian mewah.
Kasarnya, sekitar setengah dari unit-unit tersebut tentu akan dibebaskan dari PPNBM dan PPh jika pemerintah melanjutkan rencana untuk meninjau pajak barang mewah. Sementara persentase proyek apartemen yang bisa mendapat keuntungan dari perubahan peraturan yang diusulkan masih relatif kecil, yaitu sekitar 2% dari total pasokan di masa depan.
“Ke depan, kami mengantisipasi bahwa penijauan kembali aturan pajak baran mewah ini juga akan memberikan keuntungan kepada pemerintah, meskipun awalnya berpotensi menahan kenaikan penghasilan dari pajak, tapi justru bisa meningkatkan penjualan properti, membawa sentimen positif bagi perekonomian dan pertumbuhan pasar, dan penghasilan pajak tentu akan ikut bertumbuh.”