Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pembangunan Rendah Karbon Diterapkan di RPJMN 2020 - 2024

Bappenas mengeluarkan dokumen laporan kajian Pembangunan Rendah Karbon Indonesia yang siap diterapkan dalam RPJMN 2020 - 2024.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Bambang P. S. Brodjonegoro (tengah) menerima buku emisi karbon dari dua Duta Pembangunan Rendah Karbon Indonesia Boediono (kiri), dan Mari Elka Pangestu, usai peluncurannya di Jakarta, Selasa (26/3/2019)./Bisnis-Endang Muchtar
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Bambang P. S. Brodjonegoro (tengah) menerima buku emisi karbon dari dua Duta Pembangunan Rendah Karbon Indonesia Boediono (kiri), dan Mari Elka Pangestu, usai peluncurannya di Jakarta, Selasa (26/3/2019)./Bisnis-Endang Muchtar

Bisnis.com, JAKARTA – Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) mengeluarkan dokumen laporan kajian Pembangunan Rendah Karbon (PRK) Indonesia yang siap diterapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020 - 2024.

Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro dalam peluncuran dokumen kajian PRK di Jakarta pada Selasa (26/3/2019) mengatakan dokumen kajian PRK atau Low Carbon Development Initiative (LCDI) ini baru seri pertama, tapi penting untuk RPJMN 2020 - 2024.

Menurut dia, dua alasan utama dokumen PRK ini dikeluarkan karena ada keharusan melakukan pembangunan berkelanjutan dan memastikan pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap terjadi.

LCDI ini, ujar Bambang, bisa menjadi penengah dari dua mazhab yang sulit akur. Mazhab pertama menyebutkan penggunaan sumber daya alam demi mencapai pertumbuhan tinggi untuk mengurangi angka kemiskinan, sehingga masalah lingkungan dianggap sebagai penghalang.

Mazhab kedua lebih menyerukan perlindungan lingkungan yang sangat penting di atas segalanya, sehingga dianggap sebagai penghalang pertumbuhan ekonomi. Setiap kali dua mazhab ini bertemu selalu berlawanan.

“Dulu ada green growth, tapi ternyata itu tidak cukup. LCDI ini bisa mendamaikan dua mazhab ini. Apalagi kondisi Indonesia dengan sumber daya alam berlimpah tetapi rentan bencana,” kata Bambang.

Dia mengutarakan Indonesia memerlukan pertumbuhan ekonomi tinggi, tapi tidak boleh mengorbankan lainnya. Harus dijaga agar pertumbuhan untuk generasi selanjutnya juga tetap dapat terjadi.

Bambang menambahkan kampanye PRK ini harus bisa menjangkau penerima hasil pembangunan rendah karbon, memenuhi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs), serta mampu menjawab isu ekonomi, lingkungan, dan sosial pada saat bersamaan.

Sekretaris Kementerian PPN/Sestama Bappenas Gellwynn Jusuf mengatakan dukungan terhadap pembangunan rendah karbon bergulir di level nasional dan internasional sehingga akhirnya Bappenas membuat laporan kajian PRK yang analisis kebijakan, pemodelan kebijakan dalam dokumen kajian ini juga mendapat bantuan dari pihak lain.

PRK adalah proses untuk mengidentifikasi kebijakan pembangunan yang mempertahankan pertumbuhan ekonomi, mengurangi kemiskinan, dan membantu pencapaian target pembangunan di berbagai sektor, serta pada saat yang bersamaan membantu Indonesia mencapai tujuan penanganan perubahan iklim, melestarikan dan meningkatkan sumber daya alam.

Dokumen LCDI fase I ini, menurut dia, akan diintegrasikan dengan RPJMN 2020 - 2024 dan juga dengan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) yang mewarnai setiap rencana pembangunan nasional tersebut di masa depan.

Gellwynn mengatakan komitmen untuk melakukan PRK di tingkat daerah sudah ada di Sulawesi Selatan dan Jawa Tengah, serta segera menyusul beberapa daerah lain pada 2019.

Penyusunan kebijakan PRK yang dibuat untuk memperkuat pencapaian Visi Indonesia 2045 melibatkan Wakil Presiden Indonesia ke-11 Boediono, mantan Menteri Perdagangan dan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Indonesia Mari Elka Pangestu, serta co-chair Komisi Global untuk Ekonomi dan Iklim sekaligus Profesor Ekonomi dan Pemerintahan di London School of Economics (LSE) Lord Nicholas Stern sebagai komisioner pembangunan rendah karbon.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Newswire
Sumber : Antara
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper