Bisnis.com, JAKARTA—Ekspor produk rokok dan cerutu sepanjang tahun lalu mencapai US$931,6 juta. Dengan kurs tengah Bank Indonesia untuk Jumat (15/3/2019) Rp14.324, nilai ekspor itu lebih dari Rp13,3 Triliun.
Dalam keterangan resminya, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan industri hasil tembakau merupakan salah satu sektor manufaktur yang mampu memberikan kontribusi besar terhadap penerimaan devisa, yakni melalui ekspor produk rokok dan cerutu.
"Pada 2018, nilai ekspor rokok dan cerutu mencapai US$931,6 juta atau meningkat 2,98% dibandingkan dengan 2017 yang senilai US$904,7 juta," ujarnya saat melakukan kunjungan kerja di Mitra Produksi Sigaret (MPS) dan Sampoerna Retail Community (SRC) di Kabupaten Lamongan, Jawa Timur, dalam keterangan resminya hari ini Sabtu (16/3/2019).
Menurutnya, industri rokok juga dapat dikatakan sebagai sektor kearifan lokal yang memiliki daya saing global. Selama ini, industri rokok di dalam negeri telah meningkatkan nilai tambah dari bahan baku lokal berupa hasil perkebunan seperti tembakau dan cengkeh.
Sektor padat karya dan berorientasi ekspor inipun menyumbangkan pendapatan negara cukup signfikan melalui cukai. Sepanjang 2018, penerimaan cukai rokok menembus hingga Rp153 triliun atau lebih tinggi dibanding perolehan pada 2017 yang senilai Rp147 triliun.
Penerimaan cukai rokok pada tahun lalu, berkontribusi mencapai 95,8 persen terhadap cukai nasional. Untuk itu, Kementerian Perindustrian memberikan apresiasi kepada paguyuban MPS, sebagai wadah yang menaungi 38 perusahaan produsen Sigaret Kretek Tangan (SKT) dan bermitra dengan PT HM Sampoerna.
Mereka yang berlokasi di Jawa Timur dan Jawa Tengah ini mampu memproduksi 15 miliar batang per tahun dengan mempekerjakan karyawan lebih dari 40 ribu orang.
“Keberpihakan pemerintah saat ini terhadap industri SKT sangat jelas, sehingga pekerjaan (linting rokok kretek) itu ada terus dan berkelanjutan. Kita pun lihat mereka masih bertahan di tengah era industri 4.0. Karena di Indonesia, penerapan teknologi industri 4.0 berjalan secara paralel dan harmonis dengan industri yang menggunakan teknologi sebelumnya,” tutur Airlangga.
Selain itu, program kemitraan antara PT H.M Sampoerna dengan SRC, sebagai wadah usaha kecil menengah (UKM) retail yang telah dibentuk di 34 provinsi meliputi 408. Kabupaten/Kota dan melibatkan lebih dari 60.000 mitra dagang, ini juga merupakan contoh program pemberdayaan UKM khususnya peretail tradisional di tingkat nasional.
Airlangga menambahkan, industri hasil tembakau menjadi bagian sejarah bangsa dan budaya Indonesia, khususnya rokok kretek. Pasalnya, merupakan produk berbasis tembakau dan cengkeh yang menjadi warisan inovasi nenek moyang dan sudah mengakar secara turun temurun.