Bisnis.com, JAKARTA -- Kemampuan sejumlah angkatan kerja di Indonesia belum sesuai dengan kebutuhan dunia kerja saat ini. Hal itu menyebabkan lambannya laju pengurangan tingkat pengangguran dari tahun ke tahun.
Pendapat itu dikemukakan lembaga Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Kamis (14/3/2019). Menurut peneliti senior INDEF Fadhil Hasan, saat ini banyak angkatan kerja lulusan SMK, SMA, pun Perguruan Tinggi yang membutuhkan tambahan pelatihan sebelum bisa terserap industri.
“Sekarang kita terlalu fokus pada supply side, jadi bagaimana supply driven bukan demand driven,” ujar Fadhil di acara diskusi bertajuk Menyelesaikan Masalah Struktural Ketenagakerjaan di kawasan Pasar Minggu, Jakarta.
Pada 2018, angka pengangguran di Indonesia tercatat sebesar 7.000.691 orang atau 5,34% dari jumlah angkatan kerja. Jumlah itu menurun tipis dibanding tingkat pengangguran terbuka pada 2017 sebesar 7.040.323 orang (5,50%).
Berdasarkan catatan INDEF, penurunan tingkat pengangguran sepanjang 2014-2018 tidak pernah melebihi 0,50% tiap tahun. Pengangguran terbanyak berasal dari angkatan kerja lulusan SMK dan SMA yang masing-masing berjumlah 24,74% dan 27,57%.
“Kalau dilihat, terus terang ada gap antara perkembangan perekonomian dengan kesiapan daripada tenaga kerja kita. Padahal kita tahu di era digital ekonomi hampir 60% tenaga kerja akan digantikan dengan berbagai teknologi. Jadi pendidikan keahlian tenaga kerja kita masih pada era ekonomi 1.0 atau 2.0, sementara perkembangan masyarakat dan ekonomi sudah mengarah pada 4.0,” kata Fadhil.
Baca Juga
Pendapat senada dikemukakan peneliti INDEF Eko Listiyanto. Dia menyoroti tingginya jumlah penganggur yang berlatar belakang pendidikan SMK serta Perguruan Tinggi.
Eko mengungkap, tren penganggur berlatar belakang pendidikan SMK dan PT selalu naik sejak 2012. Padahal, penganggur dari latar belakang pendidikan lain cenderung mengalami penurunan.
“Inilah problem utamanya, yang terampil dan terdidik naik [tingkat penganggurannya]. Ini mungkin banyak masalahnya,” kata Eko.
INDEF menganggap tingginya jumlah penganggur lulusan SMK dan PT disebabkan sejumlah faktor.
Pertama, bisa jadi para lulusan PT terlalu memilih pekerjaan yang hendak dijalani selepas dunia pendidikan.
Kedua, ada kemungkinan kemampuan atau skill yang dimiliki lulusan SMK dan PT tidak sesuai dengan kebutuhan industri saat ini. Hal ini diharap bisa dicarikan solusinya oleh pemerintah.
“Mulai dari kecocokan skill yang diperoleh, permintaan dunia kerja, nah ini link and match-nya belum terbangun. Banyak mungkin institusi pendidikan masih gunakan kurikulum yang nanti tak lagi digunakan industri,” tutur Eko.