Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memprioritaskan peningkatan kualitas pelayanan di dalam kawasan berikat dan kemudahan impor bertujuan ekspor untuk meningkatkan performa ekspor nasional.
"Dunia usaha melihat masih perlu dilakukan penyederhanaan birokrasi," ujarnya di Jakarta, Senin (18/2/2019).
Sri Mulyani melanjutkan masukan itu merupakan hasil umpan balik dunia usaha atas implementasi kawasan berikat dan kemudahan impor tujuan ekspor.
Riset yang dilakukan Direktorat Jenderal Bea Cukai bersama Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia dan UNIED mengungkap sebagian besar pelaku usaha cukup puas dengan implementasi Kawasan Berikat dan Kemudahan Impor Tujuan Ekspor.
Dua fasilitas pabean tersebut dianggap cukup berhasil meningkatkan daya saing manufaktur.
Meski demikian, sebanyak 27,59% perusahaan masih menginginkan adanya penyederhanaan birokrasi. Sebanyak 22% responden perusahaan lain menginginkan adanya perbaikan sistem pada aplikasi customs-excise information system and automation (CEISA), dokumen pertukaran data elektronik (PDE), dan pemberitahuan ekspor barang (PEB).
"Ini merupakan sesuatu yang bisa kita kontrol, sehingga pengusaha harus memeroleh dukungan. Tidak ada alasan bagi Bea Cukai untuk tidak memperbaiki dua hal ini," ujarnya
Riset yang dilakukan Direktorat Jenderal Bea Cukai bersama Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia dan UNIED mengungkap insentif kepabeanan di dalam Kawasan Berikat dan Kemudahan Impor Tujuan Ekspor mencapai Rp57,28 triliun di sepanjang 2017.
Fasilitas kepabeanan tersebut berkontribusi terhadap ekspor senilai Rp780,83 triliun di sepanjang tahun yang sama, atau mencapai 34,37% dari total ekspor nasional.
Dua fasilitas kepabeanan itu berperan langsung atas penerimaan pajak Rp90,6 triliun, yang terdiri atas pajak pemerintah pusat Rp 85,49 triliun dan pajak daerah Rp5,11 triliun.
Selanjutnya, fasilitas itu juga menciptakan nilai tambah senilai Rp402,5 triliun yang disertai dengan penyerapan tenaga kerja mencapai 1,95 juta orang.
Meski demikian, laporan itu melihat dominasi Pulau Jawa dalam pemanfaatan dua fasilitas tersebut. Sebanyak 90,35% perusahaan yang memanfaatkan fasilitas kemudahan ekspor berada di Pulau Jawa.
"Ini menjadi pekerjaan rumah yang sangat penting karena masih terkonsentrasi di Jawa," tuturnya.