Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Sertifikasi Pekerja Seharusnya Wajib

Sertifikasi pekerja di sektor konstruksi masih terkendala karena sertifikasi baru dilakukan saat perusahaan mengikuti tender terutama untuk proyek pemerintah.
Pekerja memotong lempengan baja panas di pabrik pembuatan hot rolled coil (HRC) PT Krakatau Steel (Persero) Tbk di Cilegon, Banten, Kamis (7/2/2019)./ANTARA-Asep Fathulrahman
Pekerja memotong lempengan baja panas di pabrik pembuatan hot rolled coil (HRC) PT Krakatau Steel (Persero) Tbk di Cilegon, Banten, Kamis (7/2/2019)./ANTARA-Asep Fathulrahman

Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah perlu mewajibkan tenaga kerja di Indonesia memiliki sertifikasi profesi untuk meningkatkan jumlah pekerja bersertifikat.

Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Bidang Ketenagakerjaan Bob Azzam mengatakan saat ini sertifikasi belum jadi kebutuhan para pekerja karena masih sebatas untuk kegiatan formalitas.

Terlebih, sertifikasi profesi pekerja di Indonesia saat ini juga belum menjadi acuan kualitas sumber daya manusia (SDM) 

"Banyak keluhan sertifikasi yang mahal. Selain itu belum menjadi acuan kualitas SDM apabila mendaftar ke perusahaan," ujarnya kepada Bisnis, Senin (18/2/2018). 

Tentunya dengan tenaga kerja di Indonesia bersertifikat nantinya dapat memunculkan standar kompetensi SDM. 

Standar itu menjadi sebuah acuan penilaian apakah pekerja sudah memenuhi standar atau belum sehingga daya saing SDM Tanah Air dan produktivitas pekerja akan meningkat. 

"Dengan demikian kualitas tenaga kerja yang tesertifikasi merupakan jaminan kualitas sumber daya manusia," katanya. 

Menurutnya, untuk meningkatkan sertifikasi para pekerja dapat dilakukan terobosan dengan mewajibkan sertifikasi di bidang tertentu yang memegang peranan penting di sebuah perusaaan seperti posisi manajer dan tenaga ahli yang harus tersertifikasi. 

"Kalau tidak memiliki sertifikat ya tidak boleh menjabat. Banyak kasus di perusahaan, pelanggaran norma karena tidak mengerti atau kurang profesionalnya pejabat perusahaan yang menangani SDM karena mereka tak bersertifikat keahlian yang sesuai dengan posisi mereka," terang Bob. 

Selain itu untuk mendorong sertifikasi, pemerintah dapat mewajibkan 10 profesi pada tahun ini untuk wajib sertifikasi, lalu 50 profesi di tahun depan sehingga dalam 5 tahun ke depan terdapat 350 profesi yang wajib tersertifikasi. 

"Di Amerika potong rambut dan ahli make-up harus sertifikat sebagai bentuk perlindungan konsumen. Indonesia juga harus seperti itu. Memang saat ini dilakukannya bertahap," ujar Bob. 

Wakil Sekretaris Jenderal Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi) Errika Ferdinata menuturkan sertifikasi pekerja di sektor konstruksi masih terkendala karena sertifikasi baru dilakukan saat perusahaan mengikuti tender terutama untuk proyek pemerintah.   

"Seharusnya sertifikasi adalah kesadaran dari pekerja konstruksi itu sendiri. Bukan karena ikut tender baru pekerjanya bersertifikat karena kepentingan perusahaan. Salah satu syarat tender ya pekerjanya harus ada sertifikasi," ucapnya. 

Menurutnya, untuk mendorong sertifikasi profesi dapat dilakukan dengan cara digital sehingga mempermudah para pekerja untuk mengurus sertifikasi sendiri.

Selain itu dengan sertifikasi secara digital biaya yang dikeluarkan para pekerja tak banyak karena tak perlu mengeluarkan biaya akomodasi dan transportasi apabila lokasinya jauh. 

Tentunya sertifikasi secara digital, para pekerja dapat memiliki sertifikat itu karena selama ini sertifikat tenaga kerja di sektor konstruksi dipegang oleh perusahaan tempat bekerja.

"Dengan sertifikasi digital ini, para pekerja bisa memiliki sertifikat dan dimantain sendiri oleh pekerjanya," tutur Errika. 

Dia menambahkan pemerintah juga dapat mewajibkan tenaga kerja diproyek swasta harus bersertifikat.  Selama ini hanya diproyek pemerintah saja yang mewajibkan para pekerja bersertifikat. 

Tentunya dengan kewajiban sertifikat di proyek swasta, mau tak mau para pekerja di sektor konstruksi akan mensertifikasi keahliannya masing-masing. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Yanita Petriella

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper