Bisnis.com, JAKARTA -- Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) menyatakan bisnis angkutan barang di Indonesia masih menghadapi sejumlah tantangan di tengah situasi ekonomi politik saat ini.
Ketua Umum DPP Aptrindo Gemilang Tarigan mengatakan tahun politik, pertumbuhan ekonomi yang positif, tetapi diwarnai pelemahan nilai tukar rupiah, defisit neraca perdagangan, serta pertumbuhan ekspor dan industri yang belum kuat. Hal itu menciptakan sejumlah tantangan eksternal dan internal yang berpengaruh terhadap keberlangsungan bisnis anggota Aptrindo.
Tantangan itu adalah, pertama, hambatan operasional dan sistem informasi yang masih lemah sehingga mengakibatkan penerapan aturan di lapangan masih memprihatinkan. Kedua, premanisme dan kejahatan di angkutan yang meresahkan anggota Aptrindo.
Ketiga, stimulus peremajaan angkutan barang masih jadi mimpi lama yang dinantikan pengusaha.
"Padahal, itu merupakan bagian solusi dalam menuntaskan masalah odol [overload overdimension]," katanya dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Aptrindo 2019, Kamis (14/2/2019).
Selain itu, Gemilang memaparkan kondisi bisnis angkutan barang pada masa depan yang harus menjadi perhatian bersama.
Menurutnya, spesifikasi truk yang berorientasi pada daya angkut harus berubah menjadi orientasi kecepatan mengingat infrastruktur di Indonesia semakin baik.
"Ini karena Trans-Asia akan terhubung dengan Trans-Sumatra yang juga memerlukan teknologi berwawasan lingkungan agar kita bisa diterima negara tetangga," ujarnya.
Di samping itu, lanjut dia, perbaikan dari Euro 2 menjadi Euro 4 harus berlanjut dan sumber daya manusia yang mumpuni dan bersertifikat harus diupayakan semaksimal mungkin.
Aptrindo menghitung, dengan angka penjualan truk kategori 3 dan 5 sekitar 150.000 unit per tahun dengan usia pemakaian 15-20 tahun, maka total truk layak yang beroperasi sekitar 2-3 juta unit.
Agar truk beroperasi, maka diperlukan 4 orang-6 juta orang pengemudi yang andal, yang memerlukan perhatian dalam hal pengadaan, pelatihan, dan pengembangan pengetahuan pengemudi.