Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah berencana memberlakukan batasan harga rumah subsidi selama 2 tahun, tidak tiap tahun seperti saat ini. Ke depannya, ketetapan harga itu akan berlaku selama 5 tahun.
Ketetapan batas atas harga rumah subsidi tersebut menjadi acuan para pengembang yang menggarap hunian untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dalam menjual produknya. Untuk tahun ini, pemerintah berencana menaikkan batas harga rumah bersubsidi sebesar 3% hingga 7,75%. Peraturan tersebut sudah diusulkan kepada Kementerian Keuangan dan diberlakukan dalam waktu dekat.
Dirjen Penyediaan Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Khalawi A. Hamid mengatakan, batasan tersebut akan berlaku selama 2 tahun. Setelahnya, Kementerian PUPR akan kembali mengeluarkan batasan harga rumah baru pada 2021.
“Sudah diusulkan ke Kementerian Keuangan dan sudah dibahas dua kali, semoga dalam waktu dekat bisa ditetapkan. Aturan ini kemungkinan berlaku untuk 2 tahun, 2019 sampai 2020. Yang 5 tahun nanti ditetapkan pada 2021,” katanya, belum lama ini.
Khalawi juga mengatakan pertimbangan memberlakukan batasan harga rumah subsidi untuk 2 tahun karena ingin mengkaji apakah ke depan masih akan menggunakan sistem pembayaran kredit pemilikan rumah Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (KPR FLPP) bagi MBR atau akan menerapkan sistem lain.
Baca Juga
“Karena masa transisi, juga kami akan coba mengkaji apakah masih memakai KPR sistem ini atau dengan sistem lain. Makanya kami butuh waktu di 2019 ini untuk bisa mengkaji supaya bisa diterapkan di tahun-tahun berikutnya,” jelas dia.
Direktur Perencanaan Pembiayaan Perumahan, Ditjen Pembiayaan Perumahan Kementerian PUPR Eko Heripoerwanto, kepada Bisnis mengatakan, aturan untuk memberlakukan batasan harga rumah subsidi selama 5 tahun tersebut merupakan bentuk kesepakatan antara Kementerian PUPR dan Kementerian Keuangan, dan belum dituangkan dalam Permen.
Oleh karena itu, aturan tersebut bisa saja diberlakukan dengan rentang 1 tahun hingga 5 tahun, tergantung pada situasi tertentu.
Khalawi mengatakan di antara semua wilayah, kenaikan terbesar yaitu di kalimantan, sebesar 7,75%. Hal tersebut dikarenakan tingkat kesulitan produksi yang lebih tinggi tinggi, harga lahan, dan konstruksi yang lebih susah dibandingkan dengan daerah lainnya karena banyak lahan gambut.
Dia menjelaskan, kenaikan harga tersebut telah melalui banyak pertimbangan di antaranya karena biaya produksi yang meningkat, kemampuan beli konsumen MBR, dan pihaknya telah mensimulasikan kenaikan dengan rentang 3% hingga 7,5%.
Selama menunggu persetujuan Kementerian Keuangan, katanya, pengembang masih memakai batasan harga rumah bersubsidi tahun lalu.
Pihaknya mengatakan, Kementerian PUPR telah mengakomodasi kenaikan harga dengan baik melalui banyak pertimbangkan sehingga tidak akan menghambat capaian Program Sejuta Rumah (PSR).
Hal itu juga mengingat bahwa pemerintah tahun ini menargetkan pembangunan rumah rakyat sebanyak 1,25 juta unit dengan harapan dapat didukung oleh seluruh pemangku kepentingan bidang perumahan.