Bisnis.com, JAKARTA — Kendati badan usaha niaga BBM telah menurunkan harga bahan bakar jenis umum, konsumen diproyeksikan sulit berpindah dari Premium dengan kandungan oktan (research octane number/RON) 88.
Pengajar dari Fakultas Ilmu Kebumian dan Energi, Universitas Trisakti Pri Agung Rakhmanto mengatakan, kendati badan usaha berbondong-bondong menurunkan harga bahan bakar mesin (BBM) umum atau nonpenugasan, sebagian besar masyarakat masih memilih menggunakan BBM jenis Premium.
Pasalnya, selisih harga antara Premium dan BBM umum masih cenderung jauh sehingga potensi konsumen Premium untuk beralih ke BBM umum masih minim. “Kalau harganya masih di atas Rp8.000 per liter, permintaan untuk konsumsi Premium masih tinggi,” kata Pri Agung, Minggu (10/2).
Sementara itu, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian ESDM Djoko Siswanto mengatakan, saat ini harga jual Premium untuk wilayah Jawa, Madura, Bali (Jamali) diselaraskan dengan di luar Jamali. Sehingga, harga Premium di Jamali turun Rp 100 dari sebelumnya Rp 6.550 per liter menjadi Rp 6.450 per liter.
“Pertamina juga telah menurunkan harganya menyesuaikan harga dengan harga di Jawa, Bali,” katanya.
Untuk diketahui, per 10 Februari dini hari harga BBM non subsidi atau BBM umum turun. Penurunan harga ini seiring dengan dikeluarkannya formula harga jual eceran untuk BBM umum yang diatur dalam Keputusan Menteri nomor 19 tahun 2019.
Dalam hal ini penetapan harga jual eceran Jenis BBM Umum oleh badan usaha tersebut mengacu pada ketentuan batas bawah dengan perhitungan margin sebesar 5% dari harga dasar dan batas atas dengan perhitungan margin sebesar 10% dari harga dasar.
Djoko mengatakan dengan dikeluarkannya beleid tersebut, Pemerintah melindungi masyarakat atau konsumen sehingga pengusaha tidak mengambil keuntungan yang besar dari penjualan BBM.
“Jadi praktik usaha juga lebih fair, itu tujuan kami. Kenapa ada batas bawah dan batas atas? biar BU [badan usaha] menjual jenis umum ini gak membanding-bandingkan harga dan ada persaingan usaha,” katanya.