Bisnis.com, SURABAYA -- Industri hulu migas nasional dituntut semakin efisien dan mengikuti prinsip bisnis yang sehat sehingga tetap menarik bagi investor.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan mengatakan pengendalian biaya satu-satunya faktor yang bisa diatur dalam industri hulu migas. Pasalnya, sumber daya yang notabene dihasilkan alam dan harga mengikuti mekanisme keseimbangan pasar sulit diatur.
"Menjadi kebiasaan di hulu migas, cost itu tidak pernah dihitung [kurang diperhatikan]. Tidak peduli karena barang dari Tuhan. Ini harus diselesaikan, bila tidak maka suatu saat akan tidak kompetitif," kata Jonan saat dialog media di Surabaya, Jumat (8/2/2019) petang.
Pernyataan Jonan tersebut berkaca pada fenomena pergeseran perusahaan terbesar dunia rentang 10 tahun terakhir. Perusahaan migas seperti PetroChina dan Exxon menempati peringkat pertama dan kedua perusahaan terbesar dunia pada 2008. Sepuluh tahun berselang, Apple dan Google menggeser posisi tersebut.
Berkaca pada fenomena tersebut maka industri migas nasional harus berubah supaya bisa tetap berperan strategis dalam ekonomi. "Ini cerminan revolusi industri. Sudah datang, tapi tidak terasa," tuturnya dalam bagian dari acara Hari Pers Nasional yang dipusatkan di Kota Pahlawan.
Jonan lantas memaparkan kontribusi dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral ke perekonomian negara. Dari Pendapatan Nasional Bukan Pajak (PNBP), Kementerian ESDM menghasilkan Rp217,5 triliun pada 2018 atau 181,% dari target periode yang sama Rp120,5 triliun.
Sumbangan PNBP tersebut setara 53,4% dari total pendapatan negara dari pos serupa yang 2018 terealisasi Rp407,1 triliun.
Sementara investasi dari sektor ESDM pada periode yang sama US$32,2 miliar atau sekitar Rp450 triliun. Adapun realisasi investasi nasional menurut Badan Koordinasi dan Penanaman Modal (BKPM) pada 2018 Rp721,3 triliun.
Jonan mengingatkan kontribusi yang signifikan bisa berubah. "Ini akan segera berlalu kalau tidak kompetitif," ungkapnya.
Guna mengantisipasi tantangan tersebut, ESDM mengembangkan proyek migas strategis, yakni pembangunan blok Jangkrik, Jambaran Tiung Biru dan Masela. Hanya saja, kata Jonan, bila Masela mulai dibangun tahun ini baru bisa dirasakan 2027.
"Kita, saya, dan Pak Dwi Soetjipto [Kepala SKK Migas] sudah tidak ada di sini lagi saat Masela beroperasi," ujarnya sembari bergurau.