Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Konsep Pangan Masih Campur Aduk

Konsep perencanaan pangan di Indonesia dinilai masih campur aduk antara swasembada pangan, ketahanan pangan, ataupun kedaulatan pangan. Pemerintah disarankan konsisten mengejar target kedaulatan pangan.
Petani sedang panen gabah/Antara
Petani sedang panen gabah/Antara

Bisnis.com, JAKARTA—Konsep perencanaan pangan di Indonesia dinilai masih campur aduk antara swasembada pangan, ketahanan pangan, ataupun kedaulatan pangan. Pemerintah disarankan konsisten mengejar target kedaulatan pangan.

Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas Santoso menilai dari sisi konsep ketahanan pangan, Indonesia terus mengalami perbaikan. Hal ini tercermin dari data Global Food Security Index (GFSI) yang dirilis The Economist Intelligence Unit.

Dari 113 negara, Indonesia menempati posisi 72 pada 2014. Posisi ini memburuk menuju 76 pada 2015, tetap cenderung membaik ke depannya. Pada 2018, Indonesia pun berhasil menuju  level 65.

Ada 4 indikator dalam menilai peringkat GFSI, yakni affordability (keterjangkauan), availability (ketersediaan), quality and safety (kualitas dan keamanan), serta natural resources and resilience (sumber daya alam dan ketahanan).

Dari keempat indikator tersebut, Indonesia mendapat peringkat tertinggi di sisi ketersediaan dengan peringkat 58. Peringkat keterjangkauan juga baik, yakni di posisi 63.

“Affordability dalam arti kemampuan membeli pangan membaik. Data statistik menunjukkan kemiskinan turun jadi single digit, artinya orang miskin berkurang. Kapasitas daya beli masyarakat terhadap pangan pun meningkat,” jelas Dwi kepada Bisnis, baru-baru ini.

Namun demikian, menanjaknya level ketersediaan pangan tidak dibarengi dengan produksi pangan yang cenderung stagnan dalam 4 tahun terakhir. Artinya, laju ketahanan pangan Indonesia turut ditopang oleh impor.

Impor 21 komoditas pangan utama Indonesia pada 2018 mencapai 22,26 juta ton. Volume itu meningkat 5,6 juta ton dari impor bahan pangan pada 2014. Selain soal ketersediaan, impor menjadi solusi yang diambil pemerintah untuk menstabilkan harga pangan.

“Paling tidak dalam dua tahun terakhir harga relatif stabil, kecuali telur dan daging ayam yang sempat fluktuatif, karena kesalahan kebijakan jagung. Jadi, meskipun ketahanan pangan membaik, produksi [komoditas pangan] nasional belum tentu,” imbuhnya.

Menurut Dwi, dibandingkan mengejar program ketahanan pangan ataupun swasembada pangan, idealnya pemerintah mengejar target kedaulatan pangan. Konsep kedaulatan pangan mengedepankan dari mana pangan itu berasal.

Artinya, tujuannya tidak sekadar ketahanan pangan, tetapi juga mengarahkan agar sumber pangan berasal dari produksi petani domestik. Oleh karena itu, prioritas dalam kedaulatan pangan ialah mensejahterakan petani dan bagaimana cara produksinya.

Sayangnya, arahan kebijakan pemerintah memang kedaulatan pangan, tetapi belum menuju ke sana. Pada praktiknya konsep tersebut campur aduk dengan ketahanan pangan ataupun swasembada pangan, sehingga arahan kebijakan pangan kurang jelas.

“Kalau kedaulatan pangan tercapai, secara otomatis ketahanan pangan dan swasembada pangan sebagai bagian di dalamnya turut tercapai,” paparnya.

Swasembada pangan, yang menjadi bagian konsep ketahanan pangan, dapat terjadi jika 90% kebutuhan nasional dapat dipenuhi dari dalam negeri. Saat ini, ada sejumlah kebutuhan di Tanah Air yang masih mengandalkan impor, seperti gula sebesar 82%, kedelai 94%, dan bawang putih hampir 100%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Hafiyyan
Editor : Nancy Junita
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper