Bisnis.com, JAKARTA - Sejumlah maskapai mengungkapkan sulitnya kondisi penerbangan, karena biaya operasional yang terus naik, terutama harga avtur ditambah nilai tukar rupiah terus melemah.
Direktur Utama Citilink Indonesia Juliandra Nurtjahjo dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (15/1/2019), mengatakan alokasi untuk operasional biaya operasional sebagian besar dalam bentuk dolar AS, sementara pendapatan dalam bentuk rupiah.
"Kemarin itu, 2018 bagaimana Citilink sangat berat dalam menciptakan keuntungan," katanya.
Harga rata-rata avtur sepanjang 2017 itu 55,1 sen dolar AS per liter dan melonjak 19 persen menjadi 65,4 sen per dolar AS per liter sepanjang 2018.
"Kenaikan satu sen per liter itu akan menambah biaya operasi 4,7 juta dolar AS satu tahun penuh," ujarnya.
Kemudian, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang terus melemah yang menyebabkan biaya operasional semakin membengkak.
Baca Juga
"Setiap penurunan Rp100, karena kenaikan kurs melemah, dia akan mengurangi pendapatan kita setahun penuh 5,3 juta dolar AS," jelas Juliandra.
Dikatakan, pembengkakan biaya operasional akibat kenaikan harga avtur dan pelemahan nilai tukar rupiah, sebesar 13,5 persen atau 102 juta dolar AS.
"Ini cukup berat," tuturnya.
Karena itu, dia mengeluarkan kebijakan agar harga tiket tidak berada di dasar tarif batas dan menghilangkan diskon untuk memperbaiki kondisi keuangan perusahaan.
"Buat LCC, kita harus tetap bertahan, inovasinya semakin lama harus makin tinggi. Bagaimana kita bisa bertahan, kita kurangi alokasi harga di bawah kemudian makin harga di atas. Bukan menaikkan harga tapi diskonnya yang kita kirangi.”
Upaya lainnya, lanjut Juliandra, yaitu menarik pendapatan dari nontiket, seperti menyediakan ruang di kabin untuk iklan.
"Itu adalah tambahan pendapatan kita, ada lagi inovasi jualan makanan," tambahnya.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Utama Garuda Indonesia Ari Askhara menuturkan sejak 2016, Peraturan Menteri Nomor 14 Tahun 2016 tentang Mekanisme Formulasi Perhitungan dan Penetapan Tarif Batas Atas dan Tarif Batas Bawah Penumpang Pelayanan Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri tidak berubah.
Adapun, dia menambahkan sebanyak 40-45 persen biaya operasional adalah biaya avtur dan sewa pesawat 20 persen dan 10 persen untuk biaya pegawai.
"Sepuluh persen ada biaya pegawai yang harus dikasih makan, dari Garuda sendiri 10.000 pegawai, Citilink 2.000, Sriwijaya 4.500, jadi ini masyarakat yang perlu kami biayai dan masuk dalam komponen biaya kita," katanya.