Bisnis.com, JAKARTA, - Dalam rangka menyukseskan program satu juta rumah 2019, sejumlah pelaku usaha mengharapkan pemerintah konsisten dalam menentukan regulasi.
Sekjen DPP Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (REI) Paulus Totok Lucida meminta peraturan rumah subsidi tidak berubah-ubah, agar keterlambatan realisai satu juta rumah tidak terulang di tahun ini.
"Harapannya peraturan jangan berubah-ubah, seperti tahun lalu misalnya tiba-tiba Pemerintah mengubah spesifikasi konstruksi gedung dari besi 10 menjadi 8, yang sudah terbangun realisasinya belum jelas, sehingga baru bisa terealisasi bulan April sehingga terlambat 3 bulan," kata Totok kepada Bisnis, Rabu (2/1/2018).
REI memasang target yang tidak jauh berbeda dari tahun 2018. Pihaknya menyebutkan akan menambah target hingga 250.000 untuk hunian masyarakat berpenghasilan rendah [MBR]. Berdasarkan catatan Bisnis, per November 2018, REI baru mengantongi pembangunan hunian MBR sebanyak 200.000 unit dari komitmen sebanyak 230.000 unit.
Totok menilai kendala lainnya bagi hunian MBR adalah semakin rumitnya persyaratan. Dia mengatakan persyaratan yang awalnya hanya 7 lembar, sekarang harus dilampirkan persyaratan sebayak 21 lembar.
"Bukan hanya tambah sulit, juga menambah biaya. Tambahan biaya berat bagi rumah MBR. Jika ada perubahan semuanya sebaiknya didiskusikan sejak awal dengan asosiasi, kami semua asosiasi kan siap," jelas dia.
Baca Juga
Selain itu, keterlambatan juga diakibatkan kebijakan sertifikat layak fungsi (SLF) untuk rumah bersubsidi, yang dinilai SLF umumnya hanya dipergunakan di daerah kota besar dan lebih mengarah kepada gedung bertingkat, dengan minimal terdiri atas 5 lantai, sehingga untuk rumah sederhana seharusnya cukup hanya dengan mengikuti kriteria yang telah ditetapkan oleh Kementerian PUPR.
Oleh karena itu, pada Mei 2018 pemerintah memberikan jalan keluar yaitu tidak dengan SLF, tetapi pengembang cukup dengan menggunakan SKA atau melalui tenaga ahli bersertifikat untuk menunjukan rumah bersubsidi yang dibangun layak huni.
Senada, Ketua Umum DPP Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Junaidi Abdillah mengatakan Pemerintah secara rutin selalu mengubah peraturan pada awal tahun.
"Ada saja masalah-masalah yang menghambat, selalu ada masalah, yaitu kebijakan yang berubah," kata Junaidi kepada Bisnis, Rabu (2/1/2018).
Ia mengatakan pencapaian pembangunan hunian MBR oleh Apersi juga terkendala peraturan sertifikat layak fungsi pada kuartal pertama 2018 lalu.