Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

PBOC Bakal Pandu Pertumbuhan Kredit dan Pembiayaan Sosial

Bank sentral China pada Senin (17/12) menyatakan akan memandu pertumbuhan kredit yang wajar dan pembiayaan sosial, serta melakukan perbaikan dan peningkatan lebih lanjut pada transmisi penyaluran kebijakan moneternya.
ilustrasi/Bloomberg
ilustrasi/Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA – Bank sentral China pada Senin (17/12) menyatakan akan memandu pertumbuhan kredit yang wajar dan pembiayaan sosial, serta melakukan perbaikan dan peningkatan lebih lanjut pada transmisi penyaluran kebijakan moneternya.

Dikutip dari Reuters, Senin (17/12), Bank Rakyat China (PBOC) mengatakan bahwa saat ini antiglobalisasi dan aksi proteksionisme dalam perdagangan sudah semakin kuat sehingga bisa memicu ketidakpastian dan menjadi tantangan pada perekonomian China.

Bank sentral Negeri Panda itu akan mengambil langkah untuk mendukung perusahaan-perusahaan swasta dan usaha kecil sehingga mereka lebih mudah untuk melakukan pinjaman.

Setelah memunculkan pernyataan tersebut, pasar saham Asia merangkak naik pada Senin (17/12) dengan para investor masih berfokus pada peristiwa kebijakan utama di Amerika Seriakt dan China yang akan meredakan kekhawatiran akan perlambatan pertumbuhan ekonomi secara global.

Indeks saham MSCI Asia – Pasifik di luar Jepang naik 0,25%. Indeks saham CSI 300 di Shanghai dan Shenzen merosot 0,3% tetapi masih bertahan di atas posisi rendahnya pada November. Indeks Nikkei Jepang naik 0,6% sedangkan di saham berjangka AS naik 0,3%.

Saham di Eropa juga diperkirakan akan sedikit mengalami penurunan dengan spread-betters yang masih hampir flat pada pembukaan di FTSE Inggris dan CAC Prancis. Sedangkan di DAX Jerman terjadi sedikit penguatan.

Pengukuran terluas MSCI yang mengkaver 47 pasar saham terkerek tipis setelah menyentuh penutupan terlemahnya sejak Juli tahun lalu pada Jumat (14/12) karena banyaknya bukti perlambatan pertumbuhan ekonomi di Eropa dan China.

Perekonomian China sudah kehilangan momentum dalam kuartal terakhir setelah Pemerintah China memberikan kampanye multi-tahun untuk membatasi peminjaman bayangan sehingga meningkatkan hambatan finansial pada sejumlah perusahaan dalam hal produksi dan investasi.

Saat ini, investor tengah menantikan pernyataan dari Presiden China Xi Jinping pada Selasa (18/12) sebagai perayaan 40 tahun keterbukaan dan reformasi China.

China juga diperkirakan akan menggelas Konferensi Kerja Ekonomi Pusat (Central Economic Work Conference) pada akhir pekan ini, yang akan mendiskusikan target pertumbuhan dan kebijakan moneternya pada 2019.

Badan pembuat keputusan di Partai Komunis, politburo, mengatakan bahwa pekan lalu China akan menahan pertumbuhan ekonominya di kisaran yang wajar pada tahun lalu, berupaya untuk memperbanyak lapangan kerja, perdagangan, dan investasi, dengan terus mendukung reformasi dan mengurangi risiko.

“Asumsinya secara umum bahwa perlu ada tambahan dukungan fiskal dan moneter untuk mencapai target-target tersebut. Sentimen pasar saat ini didukung oleh ekspektasi bahwa akan ada pengumuman ke arah sanasetelah konferensi ekonomi pusat,” kata Wang Shenshen, ahli strategi di Tokai Tokyo Research, dilansir dari Reuters, Senin (17/12).

Di AS, Federal Reserve dipastikan akan melakukan kenaikan suku bunga pertemuan yang digelar dua hari mulai Selasa (18/12), yang kembali memicu minat investor pada imbal hasil dolar AS.

Pada waktu yang sama, banyak pemain pasar yang juga memperkirakan bahwa Th Fed akan menurunkan proyeksi kenaikan suku bunganya melihat pertumbuhan ekonominya yang semakin melemah.

“Bisa dibilang, jika The Fed menurunkan estimasi nya, akan dianggap pelaku pasar sebagai pertanda adanya perlambatan pertumbuhan ekonomi,” kata Hirokazu Kabeya, Kepala Strategi Global di Daiwa Securities.

Namun, melihat sentimen pasar yang rapuh, Kabeya menambahkan, akan lebih berbahaya jika The Fed bertahan dan tetap menaikkan suku bunga hingga tiga kali tahun depan.

DI Wall Street, indeks S&P500 melorot 1,91% menjadi 2.599,95. Menjadi penurunan terendahsejak 2 April lalu. Indeks acuan tersebut merosot 11,3% dari 20 September dan menjadi catatan kinerja terburuk sejak turun lebih dari 14% pada Mei 2015 dan Januari 2016.

Di pasar mata uang saat ini, dolar AS bertahan menguat setelah menyentuh level tertingginya selama 19 bulan di hadapan sekeranjang mata uang pada Jumat karena perekonomian AS dianggap berada dalam kondisi paling baik dibandingkan dengan negara lainnya.

Penjualan ritel AS, tidak termasuk kendaraan, bensin, bahan bangunan dan pelayanan pangan naik 0,9% pada bulan lalu, setelah mengalami kenaikan 0,7% yang direvisi pada Oktober.

Namun, sejumlah analis mengatakan bahwa penguatan dolar AS akan tertahan oleh penutupan sebagian pemerintahan AS setelah Presiden AS Donald Trump dan pembuat kebijakan federal tidak menyetujui pendanaan dinding perbatasan. Perundangan stopgap yang disepakati pada awal bulan ini akan berakhir pada 21 Desember mendatang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Mutiara Nabila

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper