Bisnis.com, INCHEON — Pada 5 November—8 November 2018, saya bersama sejumlah pemangku kepentingan di industri baja Tanah Air seperti dari unsur media, pemerintah, swasta, BUMN, dan akademisi mengunjungi Korea Selatan atas undangan Pohang Iron & Steel Company (Posco) untuk menghadiri acara dwitahunan POSCO Global EVI Forum 2018 di Songdo Convensia, Incheon. Tahun ini pula 50 tahun yang lalu, Posco didirikan. Saya dan sebagian peserta juga berkesempatan mengunjungi pabrik baja Gwangyang (Gwangyang Steelworks), sedangkan sebagian lainnya mengunjungi Pohang Steelworks. Berikut laporannya.
Keberhasilan Korea Selatan membangun industri baja sebagai induk dari segala industri pada 1950-an akhir tidak dicapai dengan mudah. Sempat ditolak oleh Bank Dunia ketika negara itu mengajukan pinjaman untuk merintis industri baja karena ketiadaan bijih besi serta batu bara di dalam negeri, Korea Selatan membuktikan bahwa dengan keuletan, kerja keras, dan inovasi semua masalah itu dapat diatasi.
Ketika itu—dan juga sampai dengan saat ini dan masa mendatang—Korea Selatanl sangat membutuhkan industri baja yang menjadi bagian dari revolusi industrinya untuk membangun antara lain industri kapal, otomotif, dan konstruksi.
Sampai akhirnya pada 1 April 1968, Posco berdiri di Pohang. Lima tahun kemudian, pabrik baja pertama di Negeri Ginseng (julukan Korea Selatan) itu mulai berproduksi.
Produksi baja pada saat itu mencapai 449.000 ton dan pada 2017 meningkat menjadi 37,20 juta ton yang dihasilkan dari pabriknya yang ada di mancanegara, tak terkecuali di Indonesia.
Hingga tahun lalu kompleks industri baja di Pohang mampu menghasilkan 15,80 juta ton baja mentah per tahun.
Baca Juga
Sementara itu, pabrik baja Gwangyang yang dibangun sejak 1982, sampai dengan tahun lalu mampu menghasilkan 20,30 juta ton baja mentah per tahun dan menjadikannya sebagai kompleks penghasil baja terintegrasi terbesar di dunia.
Slab yang diproduksi dari Gwangyang Steelworks./Youtube
Kompleks baja Gwangyang ibarat kota di dalam kota. Luas kompleks itu mencapai 21,90 kilometer persegi. Semuanya merupakan lahan reklamasi yang termasuk ke dalam Zona Ekonomi Kawasan Teluk Gwangyang.
Tertata rapi. Jalan-jalan yang lebar, ruang terbuka hijau yang ideal, hunian berupa rumah tapak dan mes bagi karyawan, serta ruang komersial dan sarana olahraga yang memadai membuat penghuninya tak perlu bersusah payah ke kota untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Kami tiba di Gwangyang Works pada Rabu (7/11/2018) tengah hari, setelah menempuh perjalanan lebih kurang 4 jam menaiki bus dari Incheon. Jarak Incheon, kota tempat kami menginap, ke Gwangyang mencapai 340 kilometer. Angka itu sama panjangnya dengan ban berjalan (conveyor belt) yang ada di kompleks baja tersebut.
Perjalanan selama itu tidak melelahkan karena pemandangan di kiri kanan jalan tol yang kami lalui cukup menyejukkan mata dan membuat perjalanan terasa singkat. Dedaunan yang memerah dan menguning hampir sepanjang jalan kami temui. Korsel dan wilayah di belahan utara Bumi, khususnya di Asia Timur, sedang mengalami musim gugur dan segera menyambut musim salju. Suhu udara pada siang itu berada 16 derajat Celcius.
Musim gugur di Korea Selatan./Zufrizal
Di Gwangyang Works kami diajak melihat-lihat antara lain produk baja yang dihasilkan seperti pemrosesan slab menjadi baja lempengan untuk kebutuhan berbagai industri, pengujian hasil produksi, serta pabrik pengolahan baterai litium bekas telepon seluler dan juga bahan baku litium yang diimpor.
Posco mulai memproduksi litium pada Februari 2017. Pabrik di Gwangyang tersebut memiliki kapasitas produksi 2.500 ton yang hasilnya ditujukan bagi industri telepon seluler dan mobil listrik. Kapasitas produksi sebanyak itu mampu menyuplai baterai untuk 70 juta komputer jinjing atau laptop.
CEO Posco Choi Jeong-woo dalam pidatonya pada pembukaan POSCO Global EVI Forum 2018 yang dihadiri lebih kurang 1.400 peserta dari dalam dan luar negeri mengatakan bahwa perusahaan akan tetap memberi yang terbaik baik pelanggan setianya.
CEO Posco Choi Jeong-woo berpidato pada saat pembukaan POSCO Global EVI Forum 2018, Selasa (6/11/2018) di Songdo Convensia, Incheon./Zufrizal
TERUS BERINOVASI
Posco, katanya, akan terus berinovasi. Dengan dukungan riset, berbagai produk akhir yang dihasilkan kian beragam dan berkualitas seperti giga steel. Produk ini mampu menahan beban 100 kilogram per satu millimeter persegi. Giga steel yang kuat, ringan, dan tahan lama diperuntukkan terutama bagi industri otomotif. Posco mengklaim bahwa satu dari 10 mobil yang dihasilkan produsen otomotif menggunakan bajanya.
Selain itu, sebagai pengakuan atas kinerja bisnisnya yang sangat baik, daya saing, dan manajemen keberlanjutan, Posco kembali dianugerahi sebagai perusahaan baja paling kompetitif di dunia oleh World Steel Dynamics, sebuah lembaga riset industri baja global. Dengan keberhasilan tersebut, Posco telah mempertahankan posisinya itu selama 9 tahun berturut-turut sejak 2010.
Steel Solution Marketing Dept. Posco Park Chan-hee menjelaskan komponen produk baja yang digunakan pada mobil listrik./Zufrizal
Dengan berbagai inovasi dan diversifikasi produk, Posco pun mencanangkan penjualan konsolidasi hingga 500 triliun won pada 2068 atau pada ulang tahunnya yang ke-100. Target tersebut naik hampir 18 kali lipat dibandingkan dengan capaian tahun lalu sebesar 28,55 triliun won.
Selain itu, Posco berusaha mengubah arus pendapatan saat ini, dengan sekitar 80% dari keuntungan berasal dari baja dan bidang yang terkait dengan baja. Keuntungan akan diperoleh melalui tiga kelompok bisnis utama, yaitu baja, infrastruktur, dan mesin pertumbuhan baru, dengan perbandingan 4:4:2.
Di samping bisnis utamanya, yaitu baja, Posco akan berkonsentrasi pada bidang infrastruktur seperti perdagangan, konstruksi, energi, teknologi informasi dan komunikasi, serta area pertumbuhan baru seperti bahan penyimpanan energi dan material berbahan ringan.
Hal itu sudah dibuktikan Posco di Indonesia. Melalui PT Posco Indonesia Inti, raksasa baja asal Korsel itu, sudah merambah sejumlah bidang usaha baru tersebut termasuk perkebunan kelapa sawit, selain PT Krakatau Posco, perusahaan patungan bersama PT Krakatau Steel Tbk. yang memiliki kapasitas produksi 3 juta ton per tahun.
Indonesia patut mencontoh keberhasilan yang ditoreh oleh Posco. Sebagaimana kata Presdir PT Krakatau Steel Tbk. Silmy Karim pada saat menyampaikan pidato pada sesi Indonesia yang menjadi rangkaian POSCO Global EVI Forum 2018 bahwa meskipun usia kedua perusahaan baja itu tak jauh berbeda, Krakatau Steel masih jalan di tempat karena produksinya hingga kini masih 4 juta ton per tahun.
Pada sesi Indonesia yang bertema Indonesia Steel Industry’s Present and Future yang berlangsung pada Selasa (6/11/2018) dilakukan penandatanganan kesepakatan pasok slab oleh PT Krakatau Posco hingga 1 juta ton per tahun antara Silmy Karim dan Presdir PT Posco Indonesia Inti yang juga menjabat sebagai Presdir PT Krakatau Posco, Kim Jhi-yong. Pasok slab itu bertujuan untuk memenuhi kebutuhan BUMN baja nasional tersebut baik untuk keperluan sendiri maupun pembeli.