Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kinerja Ekspor Perkebunan Makin Gersang pada 2018

Kinerja negatif ekspor sejumlah produk perkebunan andalan Indonesia sepanjang tahun ini terancam berlanjut pada tahun depan, sehingga bisa mengganggu kinerja ekspor nonmigas secara keseluruhan.
Dua orang petani meninjau perkebunan sawit milik mereka yang sudah berumur tua untuk mengikuti program 'replanting' di Desa Kota Tengah, Dolok Masihul, Serdang Bedagai, Sumatera Utara, Senin (27/11). Program replanting atau peremajaan sawit rakyat ini menjadi bukti dukungan pemerintah terhadap sektor kelapa sawit yang bertujuan untuk meningkatkan perekonomian petani sawit. ANTARA FOTO/Septianda Perdana
Dua orang petani meninjau perkebunan sawit milik mereka yang sudah berumur tua untuk mengikuti program 'replanting' di Desa Kota Tengah, Dolok Masihul, Serdang Bedagai, Sumatera Utara, Senin (27/11). Program replanting atau peremajaan sawit rakyat ini menjadi bukti dukungan pemerintah terhadap sektor kelapa sawit yang bertujuan untuk meningkatkan perekonomian petani sawit. ANTARA FOTO/Septianda Perdana

Bisnis.com, JAKARTA — Kinerja negatif ekspor sejumlah produk perkebunan andalan Indonesia sepanjang tahun ini terancam berlanjut pada tahun depan, sehingga bisa mengganggu kinerja ekspor nonmigas secara keseluruhan.

Ekonom Indef Ahmad Heri Firdaus mengatakan, koreksi nilai maupun volume ekspor produk perkebunan andalan seperti kopi, karet, rempah-rempah dan teh pada tahun ini seharusnya menjadi perhatian dari pemerintah maupun pelaku bisnis. (Lihat grafis)

Menurutnya, selain disebabkan lesunya permintaan dari negara-negara pengimpor, tren pelemahan ekspor produk perkebunan dipicu oleh turunnya kualitas produksi komoditas perkebunan di Tanah Air yang terus berlarut-larut.

“Selain pengaruh permintaan global, produktivitas perkebunan kita yang terus menurun juga menjadi ancaman. Salah satu penyebabnya tentu saja adalah kebijakan peremajaan [replanting] tanaman perkebunan Indonesia yang terbilang lambat,” katanya kepada Bisnis.com, belum lama ini.

Heri menyebutkan, saat ini baru kelapa sawit yang proses peremajaannya sudah berjalan dengan baik dan mendapatkan perhatian dari pemerintah. Namun, kebijakan tersebut sejauh ini baru dilakukan oleh perusahaan besar dan belum menyentuh secara menyeluruh kepada petani rakyat.

Sementara itu, produk perkebunan lain justru belum memperoleh sorotan dari para pemangku kebijakan. Menurutnya, pemerintah saat ini cenderung berfokus pada sektor pertanian saja, sedangkan sektor perkebunan cenderung terabaikan.

Padahal, lanjutnya, sektor perkebunan berperan penting dalam perolehan devisa melalui perdagangan luar negeri. Untuk itu, dia berharap  adanya komitmen dan dorongan dari pemerintah dalam bentuk insentif yang maksimal ke sektor perkebunan.

“Jika langkah ini tidak segera dieksekusi, bisa saja tidak hanya tahun depan, tahun-tahun berikutnya pun ekspor nonmigas kita bakal terus terbebani karena produktivitas sektor perkebunan ini,” jelasnya.

Berdasarkan proyeksinya, sektor perkebunan pada 2019 berpotensi terganggu  fenomena alam El Nino. Kondisi tersebut dapat menjadi pisau bermata dua. Di satu sisi bisa menaikkan harga, terutama untuk ekspor seperti CPO, tetapi di sisi lain berpeluang mereduksi ekspor produk perkebunan karena produksi terganggu baik secara kualitas maupun kuantitas.

Menanggapi hal tersebut, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengaku cukup dilematis dalam memacu ekspor produk perkebunan andalan. Pasalnya, kecuali CPO, produk perkebunan Indonesia sering kali gagal memenuhi spesifikasi atau kuantitas dari negara pengimpor.

“Selama ini saya lihat banyak sektor tanaman perkebunan yang terlambat dilakukan peremajaan. Kopi ini sekarang terancam, jika tidak ada percepatan peremajaan, kita akan tertinggal. Permintaan kopi internasional ini sedang tinggi-tingginya,” jelasnya kepada Bisnis.

Untuk itu, dia berharap, kalangan usaha juga ikut serta dalam memacu produktivitas perkebunannya, agar peluang ekspor yang ada dapat dimanfaatkan dengan baik.  

KUALITAS MEMBURUK

Ketua Umum Dewan Rempah Indonesia Gamal Nasir mengakui, kualitas produk rempah Indonesia yang memburuk menjadi penyebab utama penurunan ekspor dalam dua tahun terakhir. Meski peremajaan tanaman rempah telah didorong oleh pemerintah sejak 2017, prosesnya masih berjalan lambat hingga saat ini.

“Inisiatif replanting memang sudah muncul tahun lalu, tetapi sampai saat ini tidak berjalan maksimal karena para petani masih kesulitan mendapatkan benih baru,” katanya.

Dia pun mengakui banyak petani rempah-rempah yang tidak terlalu peduli dengan kualitas produknya ketika panen. Alhasil, ketika diekspor, rempah Indonesia mendapatkan penolakan dari negara tujuan, terutama Eropa.

Oleh sebab itu, dia meminta pemerintah kembali turun tangan melakukan penyuluhan dan memastikan pasokan benih untuk peremajaan diterima petani. Tanpa adanya upaya tersebut, rempah Indonesia akan  terhapus dari komoditas pendukung ekspor RI.

Senada, Ketua Umum Dewan Teh Indonesia Bambang Murtioso mengatakan, kondisi tanaman yang mulai menua dan rendahnya inisiatif peremajaan membuat porsi teh untuk diekspor terus berkurang. Belum lagi potensi El Nino pada 2019 akan semakin menggerus produktivitas teh.

“Teh adalah komoditas yang sangat rentan terhadap iklim. Tahun ini saja kuantitas produksi teh kami perkirakan hanya menjadi sekitar 130.000 ton, atau setara dengan tahun lalu. Selain faktor iklim, hambatan dagang kami di luar negeri juga meningkat,” jelasnya.

Dia menyebutkan, untuk diekspor ke Eropa, kualitas teh yang dikirim harus berjenis premium. Pasalnya, saat ini terdapat perubahan masif pada pola konsumsi di kawasan itu. Selain itu, sejumlah negara di Eopa juga semakin  meningkatkan standardisasi produk teh yang diimpornya.

Selain itu, dia mengakui bahwa peremajaan tanaman teh menjadi salah satu solusi untuk menjaga daya saing produk tersebut di luar negeri. Hanya saja, kebijakan tersebut saat ini cukup sulit diaplikasikan 

“Perusahaan besar sekalipun harus melihat kondisi keuangannya untuk melakukan replanting, apalagi petani rakyat. Biaya yang ditanggung sangat besar, maka insentif pemerintah diperlukan sekali di sini,” jelasnya.

Dihubungi terpisah, Ketua Umum Pengusaha Kelapa Sawit (Gapki) Joko Supriyono mengatakan, proses peremajaan sawit berjalan sesuai harapan. Namun, kendala justru datang dari sisi hambatan dagang di luar negeri.

“[Hambatan] Masih berkisar di hambatan dagang dan masih mungkin sekali berlanjut tahun depan. Secara umum, tantangan CPO masih sangat besar dan masih berpotensi menggangu ekspor kita secara nilai maupun volume pada sisa tahun ini sampai tahun depan,” jelasnya.

 

Volume Ekspor Komoditas Perkebunan Andalan Indonesia (juta ton)

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Komoditas      Januari—September 2017    Januari—September 2018    Perubahan (%)

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------

CPO                23,30                                       23,11                                       -0,82

Karet               2,97                                         2,29                                         -6,06

Kopi,teh

dan rempah     0,54                                         0,34                                         -36,43

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------

 

Nilai Ekspor Komoditas Perkebunan Andalan Indonesia (US$ miliar)

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Komoditas      Januari—September 2017    Januari—September 2018    Perubahan (%)

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Kopi                0,935                                       0,593                                       -36,55

Rempah           0,490                                       0,440                                       -10,34

Lada hitam      0,074                                       0,030                                       -59,22

Lada putih       0,090                                       0,069                                       -30,56

Karet alam       0,007                                       0,005                                       -20,82

Kelapa sawit   15,14                                       13,41                                       -11,40

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Sumber: BPS, 2018

 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper