Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ini Penyebab Lulusan SMK di Indonesia Sulit Dapat Kerja

Masih sulitnya iklim industri pengolahan dan peliknya permasalahan struktural dalam pembinaan vokasional membuat lulusan sekolah menengah kejuruan (SMK) sulit terserap di dunia kerja.
Siswa melakukan praktek program teknik kelistrikan di Sekolah Menengah Kejuruan ORA et LABORA, Tangerang Selatan, Banten, Kamis (18/10/2018)./JIBI-Abdulah Azzam
Siswa melakukan praktek program teknik kelistrikan di Sekolah Menengah Kejuruan ORA et LABORA, Tangerang Selatan, Banten, Kamis (18/10/2018)./JIBI-Abdulah Azzam

Bisnis.com, JAKARTA — Masih sulitnya iklim industri pengolahan dan peliknya permasalahan struktural dalam pembinaan vokasional membuat lulusan sekolah menengah kejuruan (SMK) sulit terserap di dunia kerja.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik per Februari 2018, jumlah tenaga kerja lulusan SMK mencapai 14,54 juta, dengan penyerapan 91,08%. Angka itu masih di bawah serapan tenaga kerja lulusan SD dan tidak lulus SD yang masing-masing 97,09% dan 97,46%.

Direktur Eksekutif Institute for Development Economics dan Finance Enny Sri Hartati menjelaskan, penyebab utama minimnya penyerapan tenaga kerja lulusan SMK adalah lemahnya pertumbuhan poduk domestik bruto (PDB) sektor industri pengolahan.

Pada kuatal II/2018, industri pengolahan tumbuh 3,97% atau lebih lambat dari sektor perdagangan yang naik 5,24% secara year on year.

“Jadi memang permasalahan utama dari penyerapan tenaga kerja lulusan SMK adalah sektornya yang memang masih belum menggeliat,” katanya, Rabu (31/10/2018).

Enny menambahkan, rendahnya serapan tenaga kerja lulusan SMK juga dipicu oleh kurangnya perencanaan pemerintah dalam merancang kurikulum pendidikan vokasi yang dibutuhkan pelaku usaha. 

Menurut Enny, pengelola SMK pun kurang aktif dalam mempromosikan sekolah dan tidak menjalankan tugas asli dari SMK, yaitu menciptakan tenaga kerja siap pakai dengan memperbanyak mata pelajaran praktik, minimal 60% dari total jam pelajaran siswanya.

Pengamat pendidikan Mohamad Abduhzen berpendapat, SMK selama ini memiliki stigma sebagai sekolah pilihan kedua bagi para siswa, sehingga membuat pengelola SMK kesulitan memperbaiki kualitas dan citra sekolahnya.

Selain itu, sebutnya, pemerintah terlalu memaksakan siswa SMK untuk belajar dengan waktu yang lama. Padahal, pendidikan vokasi seharusnya hanya membekali siswa dengan satu kemampuan teknis yang siap diaplikasikan di dunia kerja.

“Contohnya, kalau tukang las, tukang cukur, atau perawat lansia, buat saja pendidikannya. Tidak perlu lama-lama, satu tahun cukup tetapi siap pakai. Namun, harus ada lisensi internasional,” ujarnya.

Direktur Pengembanagan SMK Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Bakhrun mengaku baru 30% dari rerata 1,5 juta lulusan SMK setiap tahun terserap pasar tenaga kerja.

Meski demikian, sebutnya, penyerapan lulusan SMK mulai membaik. Angka pengangguran SMK turun dari 11,41% tahun lalu menjadi 8,92% tahun ini. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : M. Richard

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper