Bisnis.com, JAKARTA – Perjanjian Komprehensif dan Progresif untuk Kemitraan Trans-Pasifik (CP-TPP) akan mulai berlaku pada akhir Desember 2018 seiring dengan diraihnya ratifikasi kesepakatan dari enam negara.
Menteri Pertumbuhan Ekspor dan Perdagangan Selandia Baru David Parker mengatakan kesepakatan yang sebelumnya bernama TPP tersebut mendapat kemajuan setelah Australia menjadi negara ke-enam yang meratifikasi CP-TPP, bersama dengan Kanada, Jepang, Meksiko, Selandia Baru, dan Singapura.
Adapun, Selandia Baru merupakan negara yang dipercaya sebagai penyampai pesan-pesan resmi, yang dibuat oleh anggota dari kesepakatan perdagangan bebas (FTA) tersebut.
“Hal ini mendorong hitungan mundur selama 60 hari sebelum kesepakatan mulai berlaku,” ujar Parker, seperti dikutip Reuters, Rabu (31/10).
Hal itu pun menjadi harapan bagi perdagangan multilateralisme di tengah-tengah perang dagang antara Amerika Serikat dan China yang terus berlanjut bahkan semakin intensif.
Adapun, sebelumnya kerberlanjutan TPP sempat diragukan setelah Presiden AS Donald Trump menarik Negeri Paman Sam keluar dari pakta yang ditandatangani pada 4 Februari 2016. Pakta TPP terombang-ambing karena tidak mendapatkan ratifikasi atau tanda tangan dari 50% negara anggota, sesuai persyaratan. Namun, sebelas negara yang tersisa, yang dipimpin oleh Jepang, akhirnya melanjutkan perundingan.
Menteri Ekonomi Jepang Toshimitsu Motegi menyampaikan bahwa aktivasi CP-TPP sangat berarti bagi pertumbuhan ekonomi Jepang dan perkembangan Asia.
“Seiring dengan langkah proteksionisme semakin menguat di seluruh dunia, kepentingan menjaga aturan yang adil dan bebas juga tumbuh lebih besar,” kata Motegi dalam konferensi pers di Tokyo, seperti dikutip Bloomberg.
Dia pun menambahkan bahwa Jepang akan terus menjadi pionir dalam mengupayakan perdagangan bebas.
Suksesnya kesepakatan tersebut pun disebut-sebut oleh pejabat di Jepang dan negara anggota lainnya sebagai penangkal dari kebijakan proteksionisme AS dan masih berharap AS dapat kembali ke dalam FTA tersebut.
Sejauh ini, agenda ekonomi Trump masih terpusat pada China seiring dengan perang dagang antara dua ekonomi terbesar di dunia itu dan belum menunjukkan sinyal untuk berakhir.
Pada Selasa (30/10), Trump kembali mengingatkan China bahwa dia siap memberlakukan tarif tambahan untuk sisa produk impor asal China jika kesepakatan dengan Beijing tidak dapat tercapai.
Kendati demikian, Trump tetap menyampaikan bahwa dia berharap dapat mencapai kemajuan dalam pertemuannya dengan Presiden China Xi Jinping di sela-sela pertemuan G20 di Buenos Aires pada 30 November—1 Desember 2018.
Sejauh ini, AS telah memberlakukan tarif untuk produk impor asal China yang senilai US$250 miliar yang dibalas dengan China dengan tarif yang menargetkan produk impor asal AS senlai US$110 miliar.
Perang dagang pun menjadi sentimen yang mengancam pertumbuhan ekonomi global ke depannya, walaupun beberapa pihak dari CP-TPP menyampaikan bahwa kesepakatan perdagangan bebas tersebut dapat menopang beberapa sektor.
Australia menyatakan bahwa CP-TPP akan mendorong ekspor pertaniannya, yang diperkirakan dapat naik menjadi 52 miliar dolar Australia (US$36,91 miliar) pada tahun ini meskipun telah dihadang bencana kekeringan.