Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Sinergisitas Bisnis Properti dan Jalan Tol

Badan usaha jalan tol mulai berancang-ancang untuk menekuni bisnis 'sampingan' yang prospektif di tengah target pemerintah membangun jalan tol hingga 1.852 kilometer sampai dengan 2019.
Ilustrasi: Pekerja beraktivitas di proyek pembangunan jalan tol Kunciran-Serpong jaringan dari tol Jakarta Outer Ring Road 2 (JORR 2) di Tangerang Selatan, Banten, Rabu (19/9/2018)./JIBI-Felix Jody Kinarwan
Ilustrasi: Pekerja beraktivitas di proyek pembangunan jalan tol Kunciran-Serpong jaringan dari tol Jakarta Outer Ring Road 2 (JORR 2) di Tangerang Selatan, Banten, Rabu (19/9/2018)./JIBI-Felix Jody Kinarwan

Bisnis.com, JAKARTA — Badan usaha jalan tol mulai berancang-ancang untuk menekuni bisnis 'sampingan' yang prospektif di tengah target pemerintah membangun jalan tol hingga 1.852 kilometer sampai dengan 2019.

Dengan semakin terkoneksinya antarwilayah melalui pembangunan jalan tol, badan usaha jalan tol (BUJT) tampaknya ingin memaksimalkan potensi bisnis di sekitar wilayah konsesi untuk mengawinkan pendapatan dari bisnis jalan tol yang dibangunnya. Salah satu yang menggiurkan adalah konsep pengembangan koridor jalan tol atau toll corridor development.

PT Jasa Marga (Persero) Tbk. yang selama ini diketahui sebagai penguasa bisnis jalan tol adalah salah satunya. Emiten berkode JSMR tersebut tengah membidik pembangunan kawasan residensial, komersial, dan industrial di sekitar wilayah konsesi pengusahaan jalan tol baru yang didapatkan perseroan.

Dengan panjang jalan tol yang sudah dioperasikan mencapai 747 km, JSMR memang belum memaksimalkan potensi pengembangan properti yang bisa dikelolanya. Padahal, JSMR memegang 65% pangsa pasar berdasarkan jalan tol yang sudah beroperasi dan 80% dari sisi volume transaksi.

Hal itu bisa terlihat dari kontributor pencetak pendapatan perseroan yang mencapai Rp35,09 triliun pada tahun lalu. Dari jumlah itu, sebagian besar masih disumbangkan oleh pendapatan konstruksi sebesar Rp26,17 triliun serta pendapatan tol dan usaha lainnya Rp8,92 triliun.

Nah, kontribusi pendapatan usaha lainnya atau sektor bukan tol masih relatif rendah yakni hanya 7,73% atau Rp640,39 miliar dari total pendapatan pengoperasian jalan tol sebesar Rp8,92 triliun.

Salah satu usaha yang tengah didorong agar kontribusi dari sektor bukan tol meningkat adalah lini bisnis properti lewat PT Jasamarga Properti.

Direktur Utama JSMR Desi Arryani mengatakan bahwa dalam beberapa tahun ke depan, perseroan menginginkan adanya kenaikan pendapatan dari portofolio bukan tol menjadi 20%—30% dalam beberapa tahun ke depan. Salah satunya, sumbangan pendapatan dari lini bisnis properti.

"Kami memiliki kapabilitas untuk melihat potensi pengembangan wilayah karena kami membangun dan mengoperasikan jalan tol. Ke depan, arahnya ada tol di mana kami akan sangat aktif properti," katanya kepada Bisnis, akhir pekan lalu.

Yang paling dekat, pihaknya segera melepas Royal Pandanan, yakni kawasan residensial yang berada di antara ruas Surabaya—Gempol—Pandaaan dan Pandaan—Malang.

Selain di Surabaya—Malang, JSMR juga intensif menjajaki pengembangan kawasan bersama PT Gudang Garam Tbk. di perpanjangan jalan tol Kertosono menuju Kediri sepanjang 27 km.

Rencananya, pembangunan jalan tol hingga menuju Bandara Kediri tersebut dibarengi dengan pengembangan kawasan properti seluas 200 hektare bersama emiten rokok tersebut.

"Masih dalam kajian, belum sampai ke perkiraan nilai investasi. Yang di Kediri rencanannya ada untuk komersialnya," jelasnya.

Sementara itu, Direktur Utama PT Adhi Karya (Persero) Tbk. Budi Harto mengatakan bahwa perusahaan akan memaksimalkan wilayah konsesi yang dimiliki emiten berkode ADHI tersebut untuk pengembangan kawasan tertentu.

ADHI memang tengah gencar meningkatkan portofolio bisnisnya dalam konsesi jalan tol. Terakhir, konsorsium ADHI bersama Gama Group dan PT Daya Mulia Turangga telah mendapatkan izin prakarsa untuk pembangunan tol Solo—Yogyakarta—Kulonprogo sepanjang  91,93 km dengan perkiraan investasi mencapai Rp22,54 triliun.

Selain itu, ADHI juga ikut serta dalam konsorsium PT Nusantara Infrastructure Tbk. (META) dalam pengusahaan jalan tol prakarsa Cikunir—Ulujami (Jakarta Outer Ring Road III) yang diperkirakan memakan biaya hingga Rp22,05 triliun. Saat ini, proyek tersebut masih dievaluasi oleh Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT).

"Tentu kami akan kembangkan di sekitar ruas kami. Di mana ada tol, di mana ada kereta, di situ ada properti ADHI," ujarnya kepada Bisnis, belum lama ini.

SETALI TIGA UANG

Tak hanya dari sisi BUJT yang ingin merambah ke sektor properti, sebaliknya pengembang properti pun terus melirik bisnis jalan tol sebagai usaha yang potensial untuk memasarkan produknya.

Belum lama ini, PT Summarecon Agung Tbk. (SMRA) juga telah menyatakan akan ikut serta dalam konsorsium yang menginisiasi pembangunan proyek Jalan Tol Dalam Kota Bandung (Bandung Intra Urban Toll Road/BIUTR) sepanjang 25,35 km dengan perkiraan investasi Rp10 triliun.

Executive Director SMRA Hindarko Hasan menjelaskan  bahwa keikutsertaan perseroan dalam bisnis jalan tol karena ingin menyinergikan bisnis properti yang dikelola perusahaannya, Summarecon Bandung dengan jalan tol yang akan melewati kawasan tersebut.

"Jadi, kami sudah ada kawasan propertinya dan tertarik untuk ikut. Rencananya kami akan ambil bagian 20% dalam konsorsium," kata Hindarko belum lama ini.

Pengembang properti lainnya, PT Hanson International Tbk. (MYRX) melalui anak perusahaannya, yakni PT Hanson Infrastructure International juga intensif mendorong pembangunan jalan tol prakarsa Serpong—Maja.

Keputusan MYRX masuk ke bisnis jalan tol tidak mengherankan karena pengembang tersebut tengah membangun hunian berskala kota di Maja, Banten, selain proyek yang ada di Serpong.

Berdasarkan catatan Bisnis, rencananya proyek jalan tol tersebut akan memiliki panjang 30 km dengan perkiraan biaya investasi Rp3 triliun—Rp5 triliun.

Adapun, dalam menginisasi proyek tersebut, perusahaan turut menggandeng salah satu BUMN konstruksi sebagai calon mitra pemrakarsa. Saat ini, inisiasi pembangunan jalan tol tersebut masih dievaluasi oleh BPJT.

Proyek infrastruktur memang akan mendorong lebih banyak investasi untuk masuk sehingga dapat menciptakan efek berganda untuk masyarakat. Tentu saja, hal  ini juga merupakan berkah untuk BUJT yang diketahui akan mengalami masa “berdarah-darah” pada awal pengoperasian jalan tol sampai pengembalian pendapatan akhirnya terasa dalam 7 tahun—10 tahun setelahnya.

Bisnis “sampingan” dari sektor properti tentunya diharapkan dapat menambah pemasukan bagi badan usaha jalan tol, apalagi pada awal pengoperasian tol. Sementara itu, bagi pengembang properti, keberadaan jalan tol miliknya diharapkan bisa mendongkrak nilai jual proyek yang ditawarkannya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Irene Agustine
Editor : Zufrizal
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper