Bisnis.com, JAKARTA – Seiring dengan Undang-Undang Nomor 6/2017 tentang Aristek, para arsitek lokal harus mulai menjalin relasi kerjasama dengan arsitektur asing guna mencegah persaingan yang tidak sehat.
Jessica Auditama, arsitek J+A Design Studi dan anggota komunitas Indonesian Young Architect (IYA) mengatakan pasar bebas memang telah bekerja pada semua persaingan di tingkat bisnis secara bebas. Kondisi ini, kata Jessica, juga berimbas terhadap bisnis desain dan arsitektur.
“Kita mau membatasi arsitek asing kan tidak bisa. Kita pun arsitek Indonesia sebenarnya bisa punya proyek di negara lain, jadi kalau membatasi diri sendiri itu justru susah. Maka kalau ada arsitek asing kesini ya kita kolaborasi saja,” tutur Jessica di ICE BSD, Minggu (9/9/2018).
Jessica menyatakan gelagat membatasi ruang gerak arsitek asing ke Indonesia justru akan menurunkan daya saing dan kualitas arsitek dalam negeri. Dia berpendapat, ide persaingan dengan arsitek asing harsu dipahami sebagai upaya menggali potensi lokal.
“Jadi perlu dilpahami, potensi kita [arsitek lokal] dimana. Dasar potensi SDM dan SDA itu ada tidak, maka kolaborasi dengan arsitek asing akan memaksa kita mengupgrade diri. Kita perlu cerman juga dan jangan asal membuka diri,” sambung Jessica.
Sementara itu, Widi Adnyana, yang juga anggota komunitas Indonesian Young Architect (IYA) juga tak menampik bahwa saat ini arsitek lokal menghadapi tantangan untuk meningkatkan kapasitas diri seiring dengan pasar bebas. Pasalnya, gempuran dari arsitek luar membuat arsitek lokal harus banyak bekerjasama dengan arsitek asing yang mengerjakan proyek di Indonesia, bukan sebaliknya, bersikap memusuhi.
Baca Juga
“Kita toh sudah ada UU Arsitek baru terbit. Maka disana jelas mereka yang masuk [arsitek luar] harus ada sertifikasi, dan bisa bekerjasama dengan arsitek lokal. Itu bagus, dan saya tidak bermasalah dengan arsitek asing, karena kita bisa bersaing dengan arsitek luar,” terang Widi kepada Bisnis beberapa waktu yang lalu.