Bisnis.com, JAKARTA — DPR mengklaim bahwa Undang-Undang Arsitek yang terdiri atas 11 Bab dan 45 Pasal yang baru disahkan lebih maju dibandingkan dengan Artchitect Act di negara lain.
Ketua Komisi V DPR Fary Djemi Francis menuturkan, meski Indonesia baru memiliki aturan setingkat undang-undang, UU Arsitek ini lebih maju ketimbang regulasi serupa di negara lain.
"UU ini akan lebih maju beberapa langkah daripada Artchitect Act di negara lain dalam mempersiapkan arsitek Indonesia menuju era persaingan global," ujar Fary, Selasa (11/7/2017).
Kehadiran UU Arsirek yang merupakan inisiatif DPR itu dinilai mampu meningkatkan kompetensi arsitek Indonesia serta mampu menjamin profesionalisme arsitek Indonesia agar sejajar dengan negara lain dalam persaingan global.
Dalam UU ini terdapat pengakuan organisasi profesi sebagaimana tuntutan Mutual Recognition Agreement tentang kesetaraan pengakuan organisasi profesi sebagaimana yang terdapat di negara lain.
"Tentu UU ini juga memberikan kepastian hukum kepada arsitek yang menyelenggarakan praktik arsitek secara mandiri maupun bersama-sama dengan arsitek lain, termasuk penguatan semangat kerja sama bagi arsitek antardaerah untuk meningkatkan kualitas layanan praktik arsitek," tuturnya.
UU ini juga melindungi dan memberikan hak kepada arsitek tradisional yang tidak melalui program pendidikan arsitektur secara formal. Hal itu dilakukan agar arsitek tradisional dapat memeroleh sertifikat melalui mekanisme rekognisi pembelajaran lampau.
“Selain itu juga mengatur kewajiban arsitek asing bermitra dengan arsitek lokal. Kerja sama tersebut juga harus melalui persyaratan-persyaratan yang mengikat dalam kerja sama," ucap Fary.
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basoeki Hadimoeljono menuturkan, pemerintah berkomitmen untuk melaksanakan amanat UU Arsitek dalam penyusunan peraturan perundang-undangan yang lebih teknis dan operasional, baik dalam bentuk peraturan pemerintah maupun peraturan menteri.
Proses pembahasan RUU Arsitek dilakukan oleh pemerintah dengan DPR dimulai sejak Juli 2016.
Dalam perkembangannya pemerintah menyampaikan 363 daftar inventarisasi masalah. Kemudian dilanjutkan dengan Rapat Panitia Kerja dan Tim Perumus secara intensif serta menghasilkan rumusan yang disepakati bersama pemerintah dan semua Fraksi di Komisi V DPR.