Bisnis.com, JAKARTA -- Secara keseluruhan, RAPBN 2019 dapat dinilai masih ekspansif tetapi cukup realistis. Pasalnya, asumsi makro dipatok realistis sementara optimisme muncul dari defisit anggaran.
Direktur Penelitian Core Indonesia, Piter Abdullah menilai asumsi-asumsi makro pemerintah sudah mempertimbangkan kondisi global yang masih dipenuhi ketidakpastian.
"Asumsi-asumsi seperti pertumbuhan ekonomi 5.3% dan nilai tukar Rp14.400 menunjukkan bahwa pemerintah mempertimbangkan kondisi global yang masih dipenuhi oleh ketidakpastian baik yang disebabkan perang dagang maupun potensi krisis di Turki," jelasnya kepada Bisnis, Jumat (17/8/2018).
Di sisi lain, lanjutnya, pemerintah mencoba untuk lebih optimis dengan menetapkan target defisit 1.84%. Target ini menurutnya rentan meleset, karena risiko global dan tren kenaikan harga minyak bisa menekan pertumbuhan ekonomi.
Kenaikan tersebut, jelasnya, akan berujung pada menurunnya penerimaan pajak, sementara kenaikan harga minyak bisa mendorong melonjaknya belanja subsidi terutama energi.
"Meskipun demikian, optimisme pemerintah memang diperlukan saat kita menghadapi tahun 2019 yang menurut saya akan penuh dengan tantangan," paparnya.
Menurutnya, RAPBN 2019 pun cukup ekspansif walaupun fokusnya sedikit bergeser lebih ke pembangunan manusia. "Tidak lagi berat ke infrastruktur," imbuhnya.