Bisnis.com, JAKARTA — Indonesia menawarkan proposal kerja sama baru kepada Jepang di sela-sela rapat peninjauan ulang pakta Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA), yang berlangsung di Tokyo pada 8—10 Agustus.
Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan Iman Pambagyo mengungkapkan, proposal tersebut mencakup tawaran kerja sama pengembangan ekspor di sektor tekstil, UKM logam dan permesinan, pertanian, serta tenaga kerja sektor kesehatan.
“Dalam pertemuan ini, Indonesia juga membahas isu kelapa sawit dan memperjuangkan agar sertifikasi kelapa sawit Indonesia atau Indonesia Sustainable Palm Oil [ISPO] dapat diakui oleh Pemerintah Jepang,” ujarnya, akhir pekan lalu.
Kepada Bisnis, dia juga mengungkapkan proses peninjauan ulang atau general review (GR) IJEPA ditargetkan selesai pada November 2018, setelah diawali dengan rapat Komite Bersama Ke-8 (JCM-8) pekan lalu.
“Target November berupa laporan dan rekomendasi kepada Menteri Perdagangan. Saat ini kami masih banyak pekerjaan rumah. Namun, kedua negara sudah sepakat terkait dengan tenggat waktu penyelesaian itu,” katanya saat dihubungi, Minggu (12/8).
Namun demikian, Iman yang juga Ketua Tim Perunding Indonesia untuk GR IJEPA, mengaku belum dapat menjelaskan secara detail hasil pertemuan Komite Bersama akhir pekan lalu. Pasalnya, proses perundingan dan penyesuaian kesepakatan masih berlangsung.
Sementara itu, menurutnya, rangkaian pertemuan JCM-8 ini dilaksanakan secara paralel dengan tujuh pertemuan subkomite.
Subkomite itu a.l. perdagangan barang, perdagangan jasa, investasi, ketentuan asal barang (ROO), perpindahan orang perseorangan (MNP), kerja sama dan pengadaan barang/jasa pemerintah, serta pertemuan informal isu perbaikan lingkungan usaha dan peningkatan kepercayaan bisnis.
Selain itu, dia menegaskan, dalam proses GR IJEPA kali ini, Indonesia menjadikan perluasan akses pasar produk potensial seperti perikanan, industri, pertanian dan kehutanan sebagai fokus utama Indonesia dalam perundingan.
MINTA PERBAIKAN
Direktur Perundingan Bilateral Kemendag Ni Made Ayu Marthini menyebutkan, kedua negara telah melakukan pertukaran revised requests. Pertukaran itu merupakan perbaikan dari permintaan awal Indonesia sebelumnya yang mencakup sejumlah pos tarif prioritas untuk produk potensial Indonesia.
“Diharapkan dari proses tersebut produk Indonesia dapat memperoleh akses pasar yang lebih besar di Jepang dan pada saat yang bersamaan dapat mempercepat penyelesaian perundingan akses pasar perdagangan barang,” jelasnya.
Dia menambahkan, kedua negara juga membahas perluasan pasar untuk sektor jasa. RI telah memperjuangkan pengembangan penempatan tenaga kerja Indonesia di Jepang. Salah satu perhatian pemerintah, lanjutnya, adalah mengajukan proposal untuk memperluas kesempatan atau jabatan kerja di pasar Jepang di bidang industri pariwisata.
Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Bidang Hubungan Internasional Shinta W. Kamdani mengklaim pertemuan tersebut sangat produktif. Pasalnya, Indonesia dan Jepang saling terbuka untuk perbaikan dan peningkatan nilai perdagangan.
Dia pun yakin, dampak dari GR IJEPA tersebut dapat menjadi solusi dari penyusutan nilai perdagagan kedua negara. Perdagangan Indonesia-Jepang pada Januari—Mei 2018 terkoreksi 40,62% secara year on year (yoy), atau turun dari US$1,1 juta menjadi US$658.486.
Sementara itu. Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia Ade Sudrajat mengapresiasi langkah pemerintah dalam menawarkan akses yang lebih luas terhadap tekstil dan produk tekstil (TPT) di Jepang.
“Ini insentif positif. Artinya komitmen pemerintah membuka negara pasar baru atau mengelola pasar tradisional telah dibuktikan. Kami yakin, upaya ini akan membantu menyelesaikan masalah persaingan ketat [ekspor tekstil] dari Vietnam,” katanya.
Menurutnya, produsen TPT dapat mengakses pasar Jepang melalui sektor fesyen, yang berkembang pesat di negara tersebut. Dia meyakini, apabila komitmen kerja sama tersebut terbuka, akan membuat porsi ekspor ke Jepang meningkat lebih dari 10%.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Pengolahan dan Pemasaran Produk Perikanan Indonesia Budhi Wibowo menilai insentif lebih besar diperlukan untuk produsen dalam negeri, seperti pembebasan pajak usaha dan pengadaan alat.
“Pasar di Jepang memang sangat luas. Tetapi produsen kami lebih suka ke AS karena sudah punya channel di sana. Sementara itu, untuk buka pasar baru ke Jepang, cukup sulit karena pasokan kita juga belum tentu kuat untuk isi seluruh potensi pasar Jepang. Maka insentif di dalam negeri lebih penting,”
Sekadar catatan, kedua negara sepakat untuk melanjutkan pembahasan GR IJEPA melalui Pertemuan Komite Bersama berikutnya pada September 2018 di Indonesia.