Bisnis.com, JAKARTA - Bank Dunia baru saja merilis Logistic Performance Index (LPI) 2018, hasilnya dari seluruh negara menempatkan Indonesia di posisi ke-46 dengan skor 3,15 atau naik dari posisi sebelumnya dalam LPI 2017 di peringkat ke-63 dengan skor 2,98.
Capaian tersebut merupakan hal yang signifikan mengingat masih banyaknya kendala-kendala yang dihadapi Indonesia terutama menyoal biaya logistik yang terbilang masih tinggi.
Ketua Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) Zaldy Ilham Masita menyebut kenaikan tersebut cukup menakjubkan. Meskipun masih kalah dengan negara tetangga seperti Thailand (peringkat 32), Vietnam (39), dan Malaysia (41).
"Menurut saya kenaikan peringkat LPI Indonesia yang cukup menakjubkan karena faktor custom, infrastruktur dan banyaknya deregulasi peraturan dari pemerintah untuk memperlancar aliran barang terutama ekspor dan impor," katanya kepada Bisnis Rabu (25/7/2018).
Namun, Zaldy tetap mengingatkan raihan positif tersebut belum diimbangi dengan penurunan biaya logistik. Dalam catatan Bisnis, biaya logistik Indonesia mencapai 23,5% pada 2017, atau masih tertinggal dibandingkan negara-negara lain di Asean antara lain Vietnam (15%), Thailand (13,2%), Malaysia (13%) dan Singapura (8,1%).
"Tapi naiknya peringkat LPI tidak diimbangi dengan penurunan biaya logistik. Biaya logistik Indonesia masih tinggi," ujarnya.
Dia berharap keberhasilannya itu bisa konsisten sehingga tidak naik turun dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.
"Berharap peringkat LPI Indonesia bisa konsisten membaik tidak naik turun kaya roller coaster seperti 10 tahun terakhir," ungkapnya.
Dia pun memberikan masukan kepada Pemerintah untuk terus berfokus terhadap perbaikan salah satunya penghapusan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
"PNBP dari Dephub harus dihapuskan, kenaikan-kenaikan tarif pelabuhan dan bandara oleh BUMN harus dihentikan malah diturunkan, serta proses digitalisasi logistik harus dipercepat," katanya.
Adapun LPI didasarkan pada enam aspek yaitu, efisiensi customs & border management clearance, kualitas infrastruktur perdagangan dan transportasi, kemudahan pengaturan pengiriman internasional, kompetensi dan kualitas jasa logistik, kemampuan melakukan tracking & tracing, dan frekuensi pengiriman tepat waktu.