Bisnis.com, JAKARTA -- Ekonom memperkirakan akan ada Rp180 juta devisa yang masuk per hari dari biaya operasional dan pemeliharan kapal yacht asing di Indonesia.
Pengamat Ekonomi dari Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Mari Elka Pangestu mengatakan Indonesia merupakan negara kepulauan yang sangat berpotensi untuk wisata bahari dengan kapal yacht.
"Tempat sandar yacht di berbagai titik di Indonesia bisa berkembang sehingga dapat mengembangkan wisata bahari di dalam negeri," ujarnya kepada Bisnis, Selasa (24/7/2018).
Pihaknya mendukung rencana penghapusan Pajak Pertambahan Nilai Barang Mewah (PPnBM) karena yacht asing yang masuk ke Indonesia akan dipaksa untuk balik nama. Kapal tersebut juga akan bersandar, beroperasi, dan melakukan pemeliharaan di Indonesia.
"Dari balik nama tersebut akan ada penghasilan negara dari PPN 10%. Kalau devisa, terutama dari biaya operasional dan pemeliharan, karena yacht berada di Indonesia. Tadinya [operasional dan pemeliharaan] dilakukan di luar negeri," terang Mari.
Dia memperkirakan devisa yang masuk dari biaya operasional dan pemeliharan kapal yacht asing di Indonesia mencapai Rp180 juta per hari.
“Jadi kalau ada 600 yacht dan biaya [balik namanya] US$300.000, maka akan ada Rp180 juta. Ke depan juga bisa lebih banyak kapal balik nama dan yang akan berlayar di Indonesia," tambah Mari.
Kementerian Pariwisata (Kemenpar) berencana menurunkan PPnBM untuk yacht dari 75% menjadi 0%. Langkah ini diharapkan mengerek penerimaan negara dari sektor pariwisata hingga lima kali lipat.
Menteri Pariwisata (Menpar) Arief Yahya memperhitungkan dengan besaran PPnBM untuk yacht sebesar 75% selama ini, keuntungan yang dapat diraup negara hanya US$80,5 juta. Tetapi, jika dipangkas menjadi 0%, maka potensi keuntungannya menyentuh US$442,45 juta.
"Dengan deregulasi ini, negara juga akan mendapatkan keuntungan besar dengan banyaknya yacht yang masuk melalui bea sandar dan operational maintenance di Indonesia sebesar US$350,7 juta," ucapnya, Senin (23/7).