Bisnis.com, JAKARTA – Tingginya angka aduan konsumen di sektor perumahan ke Badan Perlindungan Konsumen Nasional pada awal 2018 meningkat mendorong Real Estate Indonesia akan mengupayakan pendisiplinan bagi anggota pengembang yang melanggar.
Ketua Umum DPP Real Estate Indonesia (REI) Soelaeman Soemawinata mengatakan sektor properti memang selalu menjadi sektor bisnis yang paling banyak menerima pengaduan. Alasannya, sektor ini semakin banyak peminatnya dan sangat terbuka untuk pemain-pemain baru. Umumnya aduan tersebut tentang ketepatan waktu penerimaan rumah,
“Bisa jadi ada kendala izin yang lama, dan bisa karena properti ini mau mendelivernya belum bisa karena tertahan izin,” terang Soelaeman di Bank Indonesia, Senin (2/4/2018).
Dia menambahkan, selain terkendala izin, pengembang masih harus berkoordinasi dengan bank untuk penerimaan rumah. Menurut Soelaeman proses ini juga masih dikenakan bunganya. Ada pun model proses yang cukup panjang juga kerap memicu keterlambatan pembangunan sampai gagal delivery. Dia mengungkapkan, kualitas apartemen saat ini masih relatif cukup baik, sementara untuk segmen menengah ke atas relative tidak banyak perkembangan atau perubahan.
“Nah kalau kualitas rumah menengah ke atas yaa relative begitu-begitu saja,” tutur Soelaeman.
Soelaeman memastikan akan mendisiplinkan anggota REI sebagai bentuk tanggung jawab moral asosiasi para pengembang. Menurut dia, jika kerja pembangunan dari satu pengembang meninggalkan kesan yang serampangan, hal itu bisa berimbas kepada pengembang-pengembang lain termasuk kredibilitas asosiasi.
Baca Juga
“Banyak orang menyangka jadi developer itu gampang. Padahal, setiap usaha masing-masing. Masuk developer itu tidak mudah,” tutur Soelaeman.
Sebagai informasi, spanjang September 2017 hingga Maret 2018, jumlah aduan properti ke BPKN telah meningkat signifikan 42,86%. Ada pun dari total 80 aduan 45 diantaranya berasal dari sektor aduan perumahan.
Sebelumnya pengembang asing asal Singapura, Presiden Director PT Brewin Mesa asal Singapura , Bill Cheng, justru membandingkan kondisi properti di Singapura dengan Indonesia yang berbeda dalam hal eksekusi pembangunan dan pemberikan sanksi.
Bill Cheng mengatakan di Singapura, pemerintah memberikan jangka waktu dari proses pembangunan properti dari mulai terbelinya lahan. Jika melewati batas waktu, maka pengembang akan dikenakan pajak yang lebih tinggi. Kondisi ini telah memicu mentalitas disiplin dari seluruh stakeholder yang mengupayakan pembangunan properti.