Bisnis.com, JAKARTA - Dalam proses pengembangan hunian baik vertikal maupun horizontal masih banyak ditemukan pelaku pembangunan yang tidak mengikuti aturan.
Direktur Rumah Umum dan Komersial, Ditjen Penyediaan Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Moch. Yusuf Hariagung mengatakan seperti contoh, pada UU Nomor 20 tahun 2011 tertulis setiap pembangunan rumah susun komersial wajib menyediakan rumah susun umum sekurangnya 20% dari total luas lantai yang dibangun masih kerap dilupakan oleh pengembang.
"Selama ini kendalanya sampai saat ini, [pengembang] merasa tanah yang di lokasi, di DKI Jakarta khususnya, sangat mahal sehingga konversi yang dikeluarkan tidak sebanding untuk mengalokasikan yang 20% itu," ujar Yusuf kepada Bisnis di Jakarta, Selasa (4/9/2018).
Dengan adanya perarturan tersebut, pengembang berharap adanya perubahan terhadap tatanan regulasi agar alokasi 20% untuk rusun umum dapat dialihkan ke Kabupaten dan Kota yang berbeda sehingga kewajiban pengembang masih tetap dilakukan.
Yusuf mengatakan pemerintah daerah seharusnya bisa menjadi ujung tombak dari pengawasan agar setiap aturan tetap dilakukan oleh pengembang.
"Pada saat pengajuan IMBnya Pemerintah Provinsi atau Kabupaten/Kota, selain di DKI Jakarta, harus memastikan dalam pembangun untuk rusun atau apartemen betul-betul sudah dialokasikan workplannya atau zonasinya untuk 20% itu sehingga perizinannya terinteragasi sesuai dengan ketantuan perundangan," papar dia.
Baca Juga
Sama halnya dengan keterbangunan proyek oleh pengembang, Pemerintah daerah yang berlaku sebagai regulator yang mengeluarkan perizinan untuk memastikan bangunan dibangun sampai dengan selesai sesuai dengan izin yang telah diberikan.
Pada prinsipnya, lanjut Yusuf, dalam UU nomor 20 tahun 2011 atau UU nomor 1 tahun 2011 terdapat struktur di dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan pemukiman, pemerintah pusat terus melakukan pembinaan dan menyusun regulasi yang berkaitan dengan penyelenggaran perumahan kawasan pemukiman ataupun rumah susun.
Hingga kini, Kementerian PUPR berusaha melakukan berbagai pendekatan, seperti memanggil dan berdiskusi dengan asosiasi untuk bisa membina anggotanya melaksanakan pembangunan sesuai dengan ketentuan perundangan.
"Kami edukasi melakukan bimbingan teknis baik untuk pelaku pembangunan dan pemda agar mereka betul-betul melakukan perarturan perundang-undangan," papar Yusuf.