Bisnis.com, JAKARTA - Kalangan pengembang berharap pemerintah menyiapkan instrumen hukum yang berfungsi mengawasi dan menindak tegas pengembang nakal.
Sekjen DPP Realestate Indonesia (REI) Hari Raharta mengatakan aksi pengembang nakal selama ini sangat merugikan dunia properti pada umumnya.
Sementara itu, selama ini dunia properti berjalan tanpa ada pengawasan khusus terhadap potensi moral hazard. Banyak konsumen yang dirugikan oleh penipuan pengembang nakal.
Di sisi lain, upaya perlindungan dari Bank Indonesia melalui pembatasan kredit properti inden justru memukul industri properti secara umum.
“REI ini anggotanya ada 3.000, masak gara-gara lima yang nakal semuanya kena getahnya? Harusnya ada sanksi yang lebih tepat sasaran,” katanya kepada Bisnis pada Jumat (11/3/2016).
Dia berharap ada tindakan tegas dari pemerintah untuk memberi sanksi bagi pengembang nakal. Sekurang-kurangnya, pemerintah menetapkan pengembang nakal tersebut dalam daftar hitam dan mengumumkannya melalui media massa.
Dengan demikian, tidak ada lagi peluang bagi mereka untuk mengembangkan usaha karena kredibilitasnya telah tercemar secara publik.
Saat ini, kalangan pengembang berharap ada kelonggaran dari Bank Indonesia untuk membuka keran kredit properti inden agar industri properti dapat lebih bergairah.
Pembatasan yang berlaku selama ini menurutnya tidak saja menggelisahkan pengembang, tetapi juga konsumen dan perbankan. Lagipula, keputusan yang diambil Bank Indonesia tersebut tidak melibatkan kalangan pengembang yang terkena imbas langsung kebijakan tersebut.
“Kalau bisa inden, semua ada kejelasan. Kita ada kepastian membangun karena sudah ada konsumennya, bank juga yakin memberi kredit konstruksi karena ada jaminan konsumen, dan pembeli juga untung karena dapat membeli selagi harganya murah,” katanya.
Selain itu, pembatasan kredit properti inden selama ini berpotensi menimbulkan masalah baru di industri properti, yakni semakin maraknya praktek kredit in-house atau metode pembayaran tunai bertahap yang difasilitasi pengembang kepada konsumen.
Metode ini berpotensi menimbulkan risiko sistemik dan semakin banyak pengembang yang berpotensi menghadapi masalah di masa mendatang.