Bisnis.com, JAKARTA - Penegasan mengenai kewajiban pencantuman nomor induk kependudukan (NIK) bagi wajib pajak pembeli tanpa nomor pokok wajib pajak (NPWP) akan diputuskan pekan ini.
Namun demikian, Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak menyebutkan penegasan ini bukan berarti penundaan, segala kemungkinan masih terjadi tergantung hasil evaluasi.
"Yang disampaikan pak Dirjen Pajak kan dikaji pelaksanaannya, [soal penundaan] nanti tergantung kajian," kata Arif Yanuar kepada Bisnis, Minggu (25/3/2018).
Dalam pelaksaanaan kebijakan ini, lanjut Arif, otoritas pajak sangat memperhatikan sejumlah faktor di antaranya kesiapan administrasi baik di lingkup Ditjen Pajak maupun para pengusaha kena pajak (PKP).
Adapun kewajiban pencantuman NIK itu terdapat dalam Peraturan Direktur Jenderal (Perdirjen) No. 31/PJ/2017. Jika merujuk pernyataan resmi Direktorat Jenderal Pajak sebelumnya, aturan itu memuat empat poin utama. Pertama, kewajiban mencantumkan informasi identitas pembeli Barang Kena Pajak (BKP) dan penerima Jasa Kena Pajak (JKP), termasuk di dalamnya NPWP pembeli BKP atau penerima JKP.
Kedua, jika pembeli BKP atau perima JKP adalah wajib pajak orang pribadi, identitas keduanya wajib diisi NPWP dan nomor induk kependudukan (NIK) atau nomor paspor untuk warga negara asing dalam kolom referensi aplikasi faktur pajak elektronik.
Ketiga, faktur elektronik yang diterbitkan bagi pembeli BKP atau penerima JKP orang pribadi yang tak memiliki NPWP sejak tanggal 1 Desember 2017 dan tidak mencantumkan NIK, otoritas pajak mengimbau supaya segera melakukan pembetulan. Pasalnya, jika langkah itu tidak digunakan, bisa dikenakan pidana.
Keempat, bagi pengusaha kena pajak (PKP) yang merupakan pedagang eceran, tetap menggunakan faktur pajak sederhana sehingga tidak mencantumkan NIK atau nomor pembeli BKP atau JKP.