Bisnis.com, JAKARTA — Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia menilai bahwa evaluasi proyek infrastruktur yang dilakukan oleh Komite Keselamatan Konstruksi terhadap 37 proyek konstruksi layang dalam 2 hari kurang efektif.
Selain itu, menurut Wakil Sekretaris Jenderal Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi) Errika Ferdinata, efektif atau tidaknya evaluasi bergantung pada tim Komite Keselamatan Konstruksi yang diterjunkan.
"Kalau yang sudah ahli-ahli diterjunkan [mengevaluasi] oke, tetapi ya, saya kira kurang efektif kalau cuma sehari dua hari evaluasi," ujarnya kepada Bisnis, Selasa (27/2/2018).
Sebelumnya, pemerintah mengumumkan seluruh proyek konstruksi layang yang dibekukan sementara sejak Kamis, pekan lalu dievaluasi 26—27 Februari.
Penghentian sementara itu merupakan buntut dari kecelakaan konstruksi pada proyek jalan tol Bekasi—Cawang—Kampung Melayu yang terjadi pada Selasa (20/2/2018) dini hari.
Kemudian, pada Kamis (22/2/2018), secara resmi pemerintah menetapkan penghentian sementara terhadap 36 proyek konstruksi layang terdiri atas 32 proyek jalan tol dan 4 proyek perkeretaapian. Proyek-proyek tersebut baru bisa dilanjutkan kembali setelah melalui serangkaian evaluasi dengan target pelaksanaan selama 2 minggu.
Baca Juga
Akan tetapi, kemarin, Komite Keselamatan Konstruksi mengumumkan bahwa 34 proyek konstruksi layang sudah bisa dilanjutkan kembali pengerjaannya.
Errika menuturkan bahwa akar permasalahan utama dari banyaknya kecelakaan konstruksi yakni soal biaya dan waktu.
Waktu pengerjaan yang mepet dan dipercepat, ujarnya, menjadi salah satu akar permasalahan banyaknya kecelakaan proyek.
Lalu berkaitan dengan biaya, selama ini memang tak dipungkiri jika biaya kontrak di Indonesia sangat rendah.
Di Jepang, Errika memberi contoh biaya di dalam kontrak yakni baik harga satuan proyek dan billing rate (remunerasi) enam kali lipat lebih tinggi ketimbang di Indonesia.
"Kalau dikontrak billing rate-nya enggak oke, ya, hancur-hancuran. Akar permasalahan ada di waktu dan biaya yang tersedia dalam kontrak. Ini juga harus dilihat apakah dikontrak ada enggak biaya safety?" tuturnya.
Errika juga menyayangkan kecelakaan kerja proyek yang terjadi kebanyakan dikerjakan oleh BUMN karya. Seharusnya, perusahaan pelat merah menjadi pemimpin dan percontohan bagi perusahaan swasta, khususnya yang belum menjadi perusahaan terbuka.
"Ini perlu dicek SOP [standard, operation, procedure] di kertas bagaimana, di lapangan bagaimana dan yang dilakukan tiap jenjang mulai dari pekerja proyek, kepala, pengawas, dan sebagainya," katanya.
Dia berharap supaya pemerintah bersama dengan para kontraktor baik swasta maupun pelat merah dan konsultan serta asosiasi bisa duduk bersama membuat komitmen terkait nihil kecelakaan.
Sementara itu, Ketua Asosiasi Tol Indonesia Fatchtur Rachman meminta supaya hasil evaluasi dibuka atau dipaparkan kepada masyarakat.
Menurutnya, selama kecelakaan terjadi, hasil evaluasi atau investigasi tidak pernah dibuka kepada masyarakat.
"Masyarakat termasuk BUJT [badan usaha jalan tol] ingin tahu hasilnya seperti apa. Selama ini tidak pernah dibuka. Ini harus dibuka biar kita sama-sama belajar dari kesalahan," ujarnya kepada Bisnis akhir pekan lalu.
Fatchur tidak mempermasalahkan meskipun evaluasi hanya dilakukan sehari maupun 2 hari. Namun, hasilnya diminta agar dipaparkan kepada masyarakat, bukan hanya dugaan, tetapi hasil temuan final.