Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Perdagangan akan memasukkan 2.642 kode hs komoditas larangan dan pembatasan (Lartas) dalam pengawasan melalui post border. Sementara 809 kode hs akan tetap melewati pemeriksaan di border.
Implementasi ketentuan terhadap 3.451 kode hs tersebut akan dimulai pada 1 Februari 2018. Pemerintah sedang menyelesaikan 21 Permendag untuk melanggengkan aturan ini.
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan menjelaskan proses post border ini akan ditetapkan dalam 21 Peraturan Menteri Perdagangan. Hingga kini baru 18 Permendag yang sudah ditetapkan, sementara dua Permendag masih menunggu tandatangan menteri dan satu dalam proses finalisasi.
Adapun komoditas yang masuk kategori post border kebanyakan berasal dari golongan bahan baku. Sementara pangan atau barang lainnya yang memiliki resiko tinggi serta menyangkut keamanan, kesehatan, keselamatan dan lingkungan hidup, akan tetap diperiksa melalui border.
“Pembagian ini dilakukan untuk menjaga neraca perdagangan dan memperlancar proses masuk barang, terutama untuk bahan baku penolong,” kata Oke Nurwan usai sosialisasi penyederhanaan regulasi dan pengawasan tata niaga impor di post border di Jakarta, Kamis (25/1/2018).
15 komoditas tetap harus melewati proses di border, yakni udang spesise tertentu, bahan berbahaya, bahan perusah ozon, garam, bahan peledak PCMX, tekstil dan produk tekstil (TPT), prekursor, TPT batik dan motif batik, nitro cellulose, minuman beralkohol, beras, limbah non B3, gula, telepon seluler, komputer genggam, kompeter tablet dan pakaian bekas.
Sementara barang yang akan melewati proses post border berjumlah 21 komoditas; diantaranya, pelumas, mutiara, produk tertentu, kaca lembaran, barang berbasis sistem pendingn, barang modal tidak bagi, intan kasar, hewan dan produk hewan, semen clinker dan semen, produk holtikultura, bahan baku plastik hingga ban.
Oke menyebut pergeseran pemeriksaan ini tidak mengurangi persyaratan dokumen yang harus dipenuhi oleh importir. Namun untuk komoditas yang akan diperiksa melalui post border, pengusaha wajib melakukan pendaftaran self declaration melalui layanan perijinan di bidang perdagangan secara elektronik yakni Inatrade Kemendag. Setelah mendaftar dan memasukkan dokumen yang diminta, importir baru diperbolehkan mendistribusikan barangnya.
“Namun syarat dokumen tersebut harus tetap ada selama minimal lima tahun. Jadi saat sewaktu-waktu kami periksa, masih ada dokumennya,” katanya.
Inatrade sendiri menjadi portal yang dimanfaatkan oleh pemerintah untuk proses perekaman barang yang masuk dan beredar. Jika ditemukan adanya importir nakal dengan memasukkan komoditas tetapi belum belum mendaftarkan barangnya, pihak pengawas yakni Indonesia National Sigle Window (INSW) akan melaporkan kepada Kementerian Perdagangan untuk diproses baik pembekuan hingga pencabutan izin. Proses ini juga turut menyertakan Bea Cukai.
“Setelah self declaration diisi maka importir bisa memanfaatkan untuk distribusi atau memindah tangankan barangnya,” jelas Oke.