Bisnis.com, Pembangunan infrastruktur yang begitu masif dalam satu dekade terakhir membuat permintaan akan material konstruksi terus bertumbuh tak terkecuali beton pracetak atau precast.
Hal itu pula yang mendorong BUMN dan swasta berlomba-lomba mendirikan divisi atau anak usaha yang bergerak di bidang beton pracetak dan sejenisnya.
Berdasarkan data Asosiasi Perusahaan Pracetak dan Prategang Indonesia (AP3I), saat ini perusahaan yang menjadi anggotanya tercatat 46 perusahaan. Mereka terdiri atas 23 produsen beton pracetak dan 23 perusahaan pemasang beton pracetak. Dari jumlah tersebut, sebanyak 30% di antaranya merupakan anak BUMN Karya, sisanya produsen swasta.
Adapun, kapasitas produksi beton pracetak setiap tahun menunjukkan tren peningkatan. Jika pada 2015 kapasitas produksi beton pracetak nasional tercatat 25,30 juta ton, tahun berikutnya naik menjadi 26,70 juta ton. Bahkan, pada tahun lalu angkanya melonjak menjadi 35 juta ton.
Dengan tren positif tersebut, Ketua Umum AP3I Wilfred Singkali mendorong supaya produsen beton pracetak swasta meningkatkan kuantitas dan kualitas produksi mereka.
Hal itu bertujuan agar target serapan material beton pracetak sebesar 30% dalam proyek infrastruktur nasional pada 2019 atau setara dengan 40 juta ton per tahun tercapai.
Baca Juga
Berkaitan dengan prospek industri beton pracetak, Manajemen PT Wijaya Karya Beton Tbk. (WTON) meyakini bahwa permintaan beton pacetak pada tahun ini masih positif didorong oleh pembangunan sejumlah proyek berskala besar.
Meskipun sejumlah proyek infrastruktur pemerintahan Joko Widodo akan rampung pada tahun ini, Direktur Pemasaran PT Wijaya Karya Beton Tbk. (WTON) Kuntjara mengatakan bahwa proyek besar lainnya di bidang energi dan transportasi masih menjadi pendorong besarnya permintaan beton pracetak di dalam negeri.
“Kami optimistis precast tidak melulu di sektor infrastruktur, tetapi juga di sektor energi dan transportasi. Masih ada beberapa power plant yang harus dibangun dalam kaitannya dengan pembangunan proyek kelistrikan 35.000 MW,” katanya seusai peresmian jalur 4 pabrik produk beton milik perusahaan di Lampung Selatan, Jumat (19/1/2018).
Kuntjara menyebutkan sejumlah proyek skala besar yang akan disuplai oleh WTON pada tahun ini yaitu PLTU Asam-Asam di Kalimantan Selatan, kereta api ringan (light rail transit/LRT) Jabodetabek, moda transportasi terpadu (mass rapid transit/MRT) Jakarta, sampai kereta api cepat (high speed train/HSR) Jakarta–Bandung.
“Selain itu, ada juga beberapa tol, terutama di Jakarta. Selain LRT yang kami partisipasi, MRT Jakarta dan HSR Jakarta—Bandung tetap kami sasar.”
Direktur Utama WTON Hadian Pramudita menambahkan bahwa sejumlah proyek pemerintah yang masih berjalan, seperti pembangunan satu juta rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah, serta proyek bandara dan dermaga di sejumlah daerah juga masih menjadi penopang permintaan beton pracetak dalam negeri.
“Kami yakin bahwa tuntutan beton precast untuk tahun ini akan lebih banyak. Kebutuhan infrastruktur masih terus berlanjut untuk masa mendatang, terutama untuk kereta api dan perumahan,” jelasnya.
Pascaperluasan pabrik di Lampung Selatan itu, kapasitas produksi pabrik WTON mencapai 3,20 juta ton per tahun dan ditargetkan mencapai 3,40 juta ton dengan pengoptimalan pabrik di Jawa Barat dan Sulawesi Selatan yang tengah berjalan.
Sama halnya dengan WTON, manajemen PT Waskita Beton Precast Tbk. (WSBP) juga optimistis kondisi peluang industri beton pracetak di Indonesia pada tahun ini masih besar lantaran banyaknya proyek percepatan pembangunan infrastruktur yang dilakukan pemerintah.
Corporate Secretary WSBP Ratna Ningrum mengatakan bahwa optimisme tersebut dikarenakan selain menyelesaian proyek infrastruktur yang tengah dikonstruksi, pemerintah juga akan melakukan tender untuk sejumlah proyek, seperti jalan tol Semarang—Demak.
"Adapula proyek 1 juta rumah, jalur kereta api, dan infrastruktur kelistrikan terkait dengan target proyek peningkatan kapasitas listrik hingga 35 GW pada 2019," ujarnya kepada Bisnis di Jakarta, akhir pekan lalu.
Tahun ini, perseroan menargetkan kapasitas produksi beton pracetak meningkat sebesar 500.000 ton hingga 600.000 ton.
Sepanjang tahun lalu, kapasitas produksi pracetak perseroan adalah 3,25 juta ton atau meningkat sebesar 18,46% dari 2016 yang mencapai 2,65 juta ton.
Pada 2017, perusahaan memproduksi beton pracetak sekitar 2,10 juta ton atau mencerminkan tingkat utilitas sebesar 70%.
"Utilitas pada 2018 juga dirata-rata sebesar 70%. Peningkatan kapasitas ini berasal dari dua plant baru WSBP di Penajam dan Medan serta peningkatan dari kapasitas produksi existing," ucap Ratna.
ATUR PENGGUNAAN
Maraknya ekspansi perusahaan, terutama anak-anak BUMN, dengan membangun pabrik baru dikhawatirkan akan melibas keberadaan pabrik beton pracetak swasta berskala kecil dan menengah.
Oleh karena itu, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basoeki Hadimoeljono mengatakan bahwa guna meningkatkan partisipasi swasta dalam pembangunan infrastruktur, kementerian berencana mengatur penggunaan material konstruksi termasuk beton pracetak yang digunakan oleh kontraktor besar yang mayoritas BUMN Karya.
Dengan kebijakan tersebut, kontraktor besar hanya diperbolehkan menggunakan 50% material konstruksi produksi anak perusahaannya sendiri, selebihnya diharuskan menggunakan material konstruksi produsen swasta.
Rencana Menteri PUPR itu tak menimbulkan gejolak di kalangan produsen beton pracetak.
Seperti kata Wilfred Singkali, kebijakan pemerintah untuk membatasi BUMN dalam menggunakan material beton pracetak milik anak usahanya tidak akan berpengaruh besar pada rantai pasok industri beton pracetak secara nasional.
Alasannya, selama ini BUMN Karya memilih menggunakan material beton pracetak dari anak usahanya didorong oleh faktor adanya kebutuhan terhadap beton pracetak dengan spesifikasi khusus.
Begitu pula dengan Ratna Ningrum. Menurutnya, pembatasan terhadap BUMN Karya untuk menggunakan material konstruksi dari anak usahanya dalam proyek infrastruktur ini tak akan berpengaruh kepada kinerja dan strategi perusahaan.
Pasalnya, proyek PUPR yang dikelola oleh WSBP hanya berkisar di bawah 5% dari total nilai kontrak dikelola perseroan.
Meski pemerintah menunjukkan perhatiannya kepada perusahaan kecil menengah, tak berarti mereka harus berpangku tangan.
Mereka juga mesti merespons peluang-peluang bisnis beton pracetak dengan sigap sebagaimana dilakukan BUMN. Yang penting persaingan secara sehat harus dikedepankan.