Bisnis.com, JAKARTA - Wakil Presiden Jusuf Kalla berketetapan untuk mengimpor beras dari Vietnam dan Thailand dengan alasan untuk cadangan, yang harus ditambah.
Mantan Ketua Umum Partai Golkar itu beranggapan impor sebanyak 500.000 ton itu pun tidak banyak. "Jangan lupa, konsumsi kita per bulan itu 2,5 juta ton beras. Jadi [impor] ini hanya untuk konsumsi seminggu,” ujarnya di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Senin (15/1/2018).
Impor sebanyak itu, kata dia, sama dengan nilai jumlah beras untuk konsumsi selama sepekan secara nasional. “Kan cadangan kita harus ditambah, diperkuat," kata Kalla.
Wapres menjelaskan kebijakan impor harus diambil oleh pemerintah ketika stok cadangan beras dalam negeri sudah mencapai angka di bawah satu juta ton.
Meskipun panen raya berlangsung dalam waktu dekat, pada Maret, pemerintah tidak berani mengambil risiko tinggi terkait ketersediaan stok cadangan beras dalam negeri.
"Oleh karena itu, untuk menambah stok Bulog (Badan Urusan Logistik), cadangan kita tidak boleh kurang dari satu juta ton, dalam keadaan apa pun. Dengan jumlah penduduk 200-an juta ini, kita musti tambah (cadangan beras), yang tercepat ya dengan impor ini," jelasnya.
Baca Juga
Sumber: Aptindo/Franciscus Welirang
Pada Maret 2015, Wapres Jusuf Kalla pernah memanggil sejumlah menteri terkait dan kepala Badan Pusat Statistik (BPS) untuk menguji data konsumsi beras masyarakat Indonesia.
Turut hadir dalam uji coba data konsumsi beras itu Menko Perekonomian saat itu Sofyan Djalil, Menteri Pertanian Amran Sulaiman, Menteri Perdagangan saat itu Rahmat Gobel, Kepala Bappenas saat itu Andrinof Chaniago, dan Kepala BPS saat itu Suryamin.
Berdasarkan hasil rapat dan uji coba, Pemerintah menemukan angka konsumsi beras penduduk Indonesia mencapai 114 kilogram per kapita per tahun. Artinya, dengan jumlah penduduk sekitar 260 juta orang, maka total konsumsi beras nasional sebanyak 28 juta ton per tahun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel