Bisnis.com, JAKARTA - Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI) mencatat kebijakan importasi daging kerbau asal India yang berlanjut tahun ini dan rasio impor sapi bakalan dan indukan, masih menjadi tantangan industri peternakan sapi pada 2018.
Untuk itu, Ketua Umum PPSKI Teguh Boediyana meminta pemerintah merevisi tujuh kebijakan yang dinilai kontraproduktif dengan komitmen pemerintah mendorong produksi dan produktivitas serta kesejahteraan peternakan sapi/kerbau
Tujuan revisi itu, menurut dia, agar usaha peternakan sapi dan kerbau dapat tumbuh dan berkembang secara kondusif.
Tujuh kebijakan yang dinilai kontraproduktif seperti dikutip dari keterangan resmi PPSKI pada Rabu (3/1/2017) di antaranya pertama, larangan penggunaan hormon pertumbuhan, sehingga peternak dalam negeri kalah bersaing dengan komoditi impor.
Kedua, lama pemeliharaan penggemukan 120 hari. Ketiga, pendekatan pembangunan berubah dari produksi ke harga daging sapi. Kebijakan ini kontraproduktif dengan program peningkatan produksi dalam negeri.
Keempat, perubahan ketentuan bobot maksimal impor sapi bakalan dari maksimal 350 kg menjadi 450 kg. Kelima, impor daging sapi yang dibebaskan, sehingga melemahkan daya saing produksi dalam negeri.
Keenam, membuka impor dari negara yang belum bebas penyakit mulut dan kuku, serta terakhir ketujuh, rasio impor sapi bakalan dan imdukan yang menekan usaha penggemukan sapi potong.