Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Rantai Pendingin Indonesia mencatat potensi produksi di sektor pangan belum termanfaatkan maksimal karena kehilangan makanan masih tinggi akibat minimnya pemanfaatan teknologi.
Ketua Asosiasi Rantai Pendingin Indonesia Hasanudin Yasni mengatakan potensi produksi dari sektor peternakan, perikanan, pertanian, hortikultura, dan makanan olahan mencapai 60 juta ton per tahun. Namun, potensi produksi yang tinggi sejalan dengan kehilangan makanan yang juga masih tinggi.
Dia mencatat kehilangan makanan mencapai 35% dari produksi, baik karena penurunan mutu maupun bobot. Kehilangan makanan sebenarnya dapat diatasi dengan penerapan teknologi pendingin yang tepat.
"Bagaimana memperkecil food loss dari 35% menjadi hanya 5% sehingga ada kontinuitas suplai, pangan tidak lagi bergantung pada impor, dan menjaga fluktuasi harga," kata dia ditemui di Tangerang, Rabu (6/12).
Yasni berujar proses distribusi memberi kontribusi besar pada kehilangan makanan akibat sarana dan prasarana sistem rantai dingin masih minim dalam aspek distribusi.
"Selama ini Indonesia masih menggunakan cara tradisional seperti styrofoam. Sementara, di Jepang dan Korea sudah menggunakan cool box. Begitu pula, belum ada perusahaan jasa pengiriman yang mampu memaketkan makanan sekian ratus kilometer," imbuh dia.
Saat ini, kata Yasni, Jepang dan Korea mulai gencar melakukan investasi di industri cold storage. ARPI kini juga tengah melakukan kerjasama dengan perusahaan asal Jepang dan sejumlah negara Asean, Belanda, serta Prancis guna membangun pusat distribusi dan cold logistic.